Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KLAIM Presiden Joko Widodo yang mengatakan pemerintah tidak pernah melakukan pembatasan hak berbicara masyarakat, bahkan mencaci maki presiden, dimentahkan sejumlah pihak. Sejumlah fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda 180 derajat. Bahkan, Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi disebut mengarah sebagai negara otoritarianisme.
Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia (Pandekha) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona menjelaskan proses hukum terhadap aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti serta intimidasi kepada seniman Butet Kartaredjasa adalah bentuk dari pembatasan hak sipil politik masyarakat.
Padahal, dalam negara yang menjunjung tinggi demokrasi, pemerintah harus bersikap pasif terhadap hak sipil politik masyarakat. Boleh jadi, lanjut Yance, tidak ada instruksi langsung secara tertulis dari pemerintah yang mengekang kebebasan hak sipil politik masyarakat, misalnya melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
Baca juga: Jokowi Menyiratkan Sepaham dengan Anies soal Kebebasan Berpendapat
Namun, praktiknya di lapangan tidak terejawantah. Ia berpendapat, pembatasan kebebasan masyarakat di era Jokowi menunjukkan adanya otoritarianisasi. Bagi Yance, otoritarianisasi berbeda dengan otoritarianisme
"Dalam negara otoritarianisme, (sifat) otoritariannya sudah terbentuk, tapi otoritarianisasi lebih kepada sebuah proses yang menunjukkan sejumlah bukti kita sudah mengarah ke situ," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (15/12).
Baca juga: Janjikan Kebebasan Berpendapat, Anies : Wakanda No More, Indonesia Forever
Bagi Yance, negara demokrasi dan otoritarian sama-sama menjamin kebebasan berekspresi masyarakat lewat peraturan perundang-undangan. Namun, yang membedakan adalah sejauh mana kebebasan itu dapat dinikmati masyarakat. Menggunakan contoh anekdotal, ia menyebut kebebasan berekspresi di negara maju dinikmati masyarakat kapan saja.
"Kalau di negara otoritarian, kebebasan berbicara itu dinikmati sebelum mereka berbicara. Artinya, setelah mereka berbicara belum tentu bebas," jelasnya.
"Freedom of speech-nya sama-sama diatur, tapi freedom after speech-nya enggak ada jaminan," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, pakar politik senior, Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, kebebasan sipil tidak hanya diukur lewat nihilnya proses hukum kepada masyarakat yang mengkritik presiden. Sebab, banyak indikator yang digunakan untuk mengukur indeks demokrasi. Menyitir Indeks Demokrasi versi Economist Intelligence Unit, Indonesia masih dikategorikan sebagai flawed democray atau demokrasi cacat.
"Di pemerintahan yang (periode) kedua, kita tahu Jokowi melakukan politik akomodasi yang memasukan Prabowo dan Sandiaga Uno ke dalam kabinet. Hampir-hampir tidak ada balance of power antara eksekutif dan legislatif," jelasnya.
Adapun Rocky Gerung, akademisi yang lantang menyarakan kritik ke Jokowi, melalui pesan singkat menyebut klaim Presiden terkait kebebasan berekspresi masyarakat berlawanan jalan dengan praktik di lapangan.
Klaim Jokowi itu disampaikan menanggapi pernyataan calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan saat debat capes pertama pada Selasa (12/12) yang menyinggung menurunnya indeks demokrasi Indonesia. Presiden menyebut tidak pernah melakukan pembatasan masyarakat untuk berbicara
"Kita ini kan tidak pernah melakukan pembatasan-pembatasan apapun, dalam berbicara, dalam berpendapat, ada yang maki-maki presiden, ada yang caci-maki presiden, ada yang merendahkan presiden, ada yang menjelekkan juga biasa-biasa saja," aku Jokowi. (Tri/Z-7)
Program hilirisasi sumber daya alam merupakan kunci sebuah bangsa untuk mendorong kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Cita-cita itu sudah dicanangkan oleh Presiden pertama Soekarno.
Menurut dokter spesialis kulit I Gusti Nyoman Darmaputra, kondisi yang dialami Presiden tergolong ringan hingga sedang dan masih dalam batas aman.
Dokter spesialis kulit, I Gusti Nyoman Darmaputra, menyebut kondisi kulit yang dialami Presiden Joko Widodo bukan tergolong berat dan diperkirakan akan segera pulih.
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, menegaskan bahwa dirinya sedang dalam masa pemulihan .Sebelumnya beredar foto di media sosial yang menunjukkan wajahnya tampak membengkak dan memerah
PENGAMAT politik Adi Prayitno menyebut Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi akan total mendukung dan mengamankan jalan anaknya Kaesang Pangarep dalam perebutan kursi Ketua Umum PSI.
DEMAM batu akik seolah menjadi epidemi yang melanda masyarakat Indonesia saat ini
Gavin Newsom, Gubernur California, kembali menjadi sorotan publik setelah menuduh Presiden Donald Trump melakukan tindakan otoriter.
FENOMENA autokratisasi secara global yang terjadi saat ini memasuki gelombang ketiga. Pemerintah otoriter lahir dengan cara 'memanfaatkan' sistem demokrasi.
WAKIL Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto tak akan membawa Indonesia menjadi negara otoriter,
MEMASUKI awal abad ke-21, para akademisi bidang ilmu politik mulai meragukan optimisme akan penguatan demokrasi yang tumbuh di akhir abad ke-20.
LAPORAN Varieties of Democracy 2024 (berdasar data 2023) menempatkan Indonesia ke dalam kategori 'demokrasi elektoral' meski berada di grup terendah bersama Malaysia
Sudirman Said meminta masyarakat ikut mengoreksi pemerintahan Joko Widodo yang semakin menunjukkan watak otoriter
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved