Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Wacana Koalisi Permanen yang Susah Permanen

Media Indonesia
14/6/2023 23:00
Wacana Koalisi Permanen yang Susah Permanen
Prabowo Subianto merangkul Muhaimin Iskandar dan Airlangga Hartarto.(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay )

SEJUMLAH partai disebut akan membentuk 'koalisi permanen' yang diisi oleh 4 partai, yakni PKB, PAN, Golkar, dan Gerindra. Poros ini hampir pasti akan usung Prabowo Subianto sebagai capres. Meski demikian, ada persoalan dalam penentuan posisi cawapres. Sejumlah nama juga disebut akan diajukan sebagai pendamping Prabowo yakni Muhaimin Iskandar (PKB), Airlangga Hartarto (Golkar), dan Erick Thohir (PAN).

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam menilai rencana koalisi itu membuat pertarungan semakin sengit pada Pemilu 2024.

"Koalisi ini membuat persaingan akan kian sengit, apalagi berada tidak dalam satu barisan dengan PDIP. Sehingga potensi untuk head to head dengan PDIP akan tinggi," terangnya saat dihubungi.

Baca juga: Gerindra Bantah Isu Keretakan dengan PKB

Selain mewarnai peta persaingan di 2024, koalisi tersebut juga akan mendapati tantangan internal. Masing-masing partai akan berebut posisi cawapres.

"Koalisi ini akan sengit berebut posisi cawapres dan itu menjadi tidak mudah. Interplay ini potensial membuat gesekan di antara partai-partai," terusnya.

Baca juga: Golkar Bantah Ada Konflik Internal

Kendati demikian, koalisi yang disebut permanen itu tidak mudah terwujud. 

"Jadi menurut saya tidak akan mudah juga bisa permanen," sambungnya.

 

Antara Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, dan Airlangga Hartarto

Menurut Surokim, bisa saja elite koalisi mengambil jalan tengah dengan mengajukan Erick Thohir sebagai pendamping Prabowo Subianto. Meski demikian, hal itu juga bukan hal yang mudah.

"Memang jalan tengahnya bisa mengusung pak Erick, tapi itu juga tidak mudah karena pak Erick lebih dekat ke pemerintah Jokowi dan PDIP," tegasnya.

Hal itu menjadikan koalisi tersebut masih harus berupaya keras. Kepentingan partai-partai pada perebutan posisi cawapres akan berlangsung keras dan potensial mengganggu soliditas partai. "Menurut saya tetap terjal jalannya koalisi ini dan tidak akan mudah permanen," pungkasnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah mengatakan bahwa Airlangga lebih menonjol dibandingkan Muhaimin dan Erick. 

“Di luar itu, koalisi besar itu terhambat penentuan cawapres, Airlangga memang dominan, tetapi secara popularitas PKB juga layak mengajukan Muhaimin, Elektabilitas Muhaimin setara dengan Airlangga,” ungkap Dedi. 

PKB, sebagai parpol yang sedari awal berkoalisi dengan Gerindra, masih mengincar tiket Cawapres untuk Ketum Muhaimin.  

Namun jika Golkar jadi bergabung, sebagai partai nomer ketiga pemenang Pemilu 2019, kans Ketum Airlangga tentu lebih besar. Sebaliknya, jika PKB ‘ngambek’ dan mengancam pindah koalisi, dia akan diterima koalisi mana pun jika tidak mengincar kursi cawapres.

“Jika situasi ini akan mengalami perdebatan,  tidak menemukan titik temu, PKB bisa saja hengkang, karena mereka tidak punya beban harus bersama koalisi, PKB kemanapun akan diterima jika sama-sama tanpa kursi cawapres,” jelas Dedi. (RO/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya