Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Keluarga Korban HAM Berat Tetap Tuntut Penyelesaian Yudisial

Tri Subarkah
11/1/2023 17:00
Keluarga Korban HAM Berat Tetap Tuntut Penyelesaian Yudisial
Maria Catarina Sumarsih (kiri), Orangtua Benardinus Realino Norma Irawan alias Wawan(MI/Susanto)

KELUARGA korban pelanggaran HAM berat pada Tragedi Semanggi I, Sumarsih, tetap menuntut pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat lewat jalur yudisial setelah Presiden Joko Widodo mengakui kejatahan kemanusiaan yang terjadi. Orangtua Benardinus Realino Norma Irawan alias Wawan itu mengatakan pelanggaran HAM berat tidak perlu disesali.

"Tetapi harus dipertanggungjawabkan di pengadilan HAM ad hoc sesuai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM," kata Sumarsih kepada Media Indonesia, Rabu (11/1).

Dalam hal ini, Sumarsih menantang Presiden untuk memerintahkan Jaksa Agung agar menyidik kasus-kasus HAM berat yang penyelidikannya telah diselesaikan Komnas HAM. Ia berharap Jokowi tidak mengingkari janjinya yang tertuang dalam Nawacita untuk menyelesaikan kasus Semanggi I, Semanggi II, maupun Tragedi Trisakti.

Terkait bantuan yang akan diberikan pemerintah sebagai tindak lanjut pengakuan tersebut, Sumarsih akan menolaknya sebelum ada gelar perkara penembakan terhadap anaknya dan korban lain. Lagi pula, jika kasus Tragedi Semanggi I dibawa ke pengadilan dan pelaku dinyatakan bersalah, korban juga akan mendapatkan hak-haknya.

"Bila kami menang di pengadilan, kami juga akan mendapatkan hak-hak berupa kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana diatur di dalam UU Pengadilan HAM," tutur Sumarsih.

Baca juga: Kontras Minta Pengakuan Presiden Atas Pelanggaran HAM Berat Ditindaklanjuti

Dihubungi terpisah, korban Tragedi 1965, Bedjo Untung, menanggapi positif santunan yang akan diberikan pemerintah pascapengakuan yang disampaikan Presiden. Menurutnya, bantuan berupa ekonomi, layanan medis, maupun beasiswa tidak akan ditolak karena itu merupakan hak korban.

Ia juga menyebut pengakuan dan penyesalan negara yang disampaikan Presiden Jokowi sebagai, "Setetes air yang menyejukkan di gurun pasir." Kendati demikian, seperti halnya Sumarish, ia juga meminta negara untuk tetap menyelesaikan peristiwa HAM berat lewat jalur yudisial.

Eks tahanan politik (tapol) itu juga menegaskan bukti-bukti untuk membawa kasus pembunuhan massal pada 1965-1966 ke pengadilan sudah lebih dari cukup di antaranya surat pembebasan yang ditandatangani tentara, kuburan massal, dan dokumen Central Intelligence Agency (CIA).

Selain itu, Bejo meminta negara memastikan kuburan massal di 356 titik yang dikumpulkan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) untuk dirawat dan dijadikan memorial park.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya