PENELITI Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana membeberkan bahwa pemecatan Brotoseno harus dijadikan pelajaran penting bagi seluruh jajaran anggota kepolisian, terutama Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Hal itu agar tidak lagi Listyo menolerir praktik korupsi di tubuh Polri. Namun, bagi ICW, pemecatan Brotoseno ini bukan merupakan babak akhir pemberantasan korupsi di lembaga kepolisian.
Seharusnya, kata Kurnia, Kapolri dapat menjadikan peristiwa itu sebagai momentum untuk lebih giat dan serius memberantas korupsi di internal Polri.
Guna mencegah peristiwa buruk seperti kasus Brotoseno terulang, ICW merekomendasikan Kapolri agar segera mendorong pemerintah untuk merevisi ketentuan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) anggota Polri yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 (PP 1/2003) tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Sebab, regulasi itu seolah menyamaratakan korupsi dengan pidana umum lain dan juga menafikannya sebagai suatu kejahatan luar biasa.
"Bagaimana tidak, ketentuan tersebut faktanya masih membuka celah bagi anggota Polri yang terlibat praktik korupsi (seperti Brotoseno) untuk dapat pengampunan melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Kepolisian," ungkap Kurnia kepada Media Indonesia, Kamis (14/7).
Maka dari itu, Kurnia menyebut ke depannya poin revisi PP 1/2003 harus menghapus syarat persidangan KKEP dalam klausula khusus yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Poin tersebut berbunyi anggota Polri diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas kepolisian apabila dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
ICW juga mendorong agar Kapolri membentuk tim khusus antikorupsi Polri dengan fungsi penegakan hukum yang bertugas menyelidiki dan menyidik anggota kepolisian yang diduga melakukan praktik korupsi.
Baca juga: Polemik Berakhir. Polri Pecat AKBP Brotoseno
Kurnia mengatakan hal ini penting dilakukan agar mencegah lembaga penegak hukum seperti Polri dapat terbebas dari praktik korupsi.
Terakhir, berkaca pada peristiwa Brotoseno, ICW mengingatkan kepada Polri agar lebih responsif terhadap kritik, masukan, dan pertanyaan dari masyarakat.
"Sebab, isu Brotoseno ini sudah kami tanyakan melalui surat resmi ke kepolisian sejak bulan Januari lalu, namun hingga akhir Mei tidak kunjung dibalas," terang Kurnia.
"Jadi, dapat kami simpulkan bahwa Polri lambat dan baru bergerak jika suatu permasalahan viral terlebih dahulu di tengah masyarakat," tandasnya.
Sebelumnya, AKBP Raden Brotoseno dipecat dari Korps Bhayangkara. Hal itu berdasarkan hasil putusan peninjauan kembali (PK) sidang kode etik profesi Polri.
"Memutuskan sanksi administratif pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 14 Juli 2022
PK sidang komisi kode etik Polri (KKEP) dilaksanakan pukul 13.30 WIB pada Jumat, 8 Juli 2022. Mabes Polri belum memastikan sejak kapan pemecatan terhadap Brotoseno.
"Kita masih menunggu skep-nya (surat keputusan," ujar Nurul.
Putusan itu memberatkan sanksi atas sidang etik yang digelar Oktober 2020. Adapun nomor putusan KKEP PK tersebut ialah PUT/KKEP/PK/1/VII/2022.
"Tindak lanjut hasil putusan KKEP PK tersebut maka sekretariat KKEP PK akan kirimkan putusan KKEP PK ke sumber daya manusia untuk ditindaklanjuti dengan diterbitkan keputusan PTDH. Jadi saat ini untuk KEP. PTDH-nya belum ada," ungkap Nurul. (OL-4)