Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Tanpa Kuasa Hukum Ketua MURI Minta Ambang Batas Pencalonan Presiden Dibatalkan

Indriyani Astuti
08/3/2022 14:35
Tanpa Kuasa Hukum Ketua MURI Minta Ambang Batas Pencalonan Presiden Dibatalkan
Mahkamah Konstitusi( MI/Andri Widiyanto )

KETUA Museum Rekor Indonesia (MURI) Jaya Suprana mengajukan permohonan mengenai ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tanpa didampingi kuasa hukum, ia meminta ketentuan Pasal 222 Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Yang mulia Mahkamah Konstitusi untuk meninjau kembali peraturan mengenai presidential treshold, dengan keterbatasan kemampuan kami menafsirkan apa yang disebut sebagai ambang batas pencalonan presiden, kami memberanikan diri untuk memohon pada yang mulia mengenai undang-undang ini," ujar Jaya dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (8/3).

Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 berbunyi “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

Jaya mengatakan ia tidak punya kepentingan pribadi mempersoalkan norma pada pasal itu. Namun, menurutnya ketentuan ambang batas pencalonan presiden 20% membatasi hak warga negara untuk maju sebagai calon presiden. Ia yakin ada banyak warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan menjadi presiden tapi terhalang norma tersebut.

"Bukan menyangkut diri saya tapi negara ini, bangsa dan rakyat Indonesia menurut pendapat saya secara subjektif yang tentu bisa keliru, presidential treshold membatasi hak setiap warga untuk maju sebagai presiden," tuturnya.

Baca juga: Korupsi Level Ikan Teri, Jaksa Agung Tegaskan Penjara Bukan Hukuman Mutlak

Pada sidang itu, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan anggota Enny Nurbaningsih serta Manahan MP Sitompul memberikan nasihat perbaikan. Menurut Hakim Konstitusi Manahan, format permohonan sudah memenuhi persyaratan, namun ada yang perlu disempurnakan terutama soal pencatuman peraturan perundang-undangan terkait kewenangan Mahkamah. Lalu, ia meminta Jaya sebagai prisipal menguraikan kedudukan hukum atau legal standing dengan jelas. Pasalnya, sudah ada enam putusan serupa yang diputus MK pada 22 Februari 2022.

"Kalau sama dengan yang lalu permohonan dianggap nebis in idem (perkara yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya) seperti permohonan sebelumnya. Putusan MK sebelumnya sudah ada, jadi kita sarankan bapak membaca apakah berbeda atau ada alasan hukum yang lain sehingga perlu dipertimbangkan," terangnya.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan pada putusan MK Nomor 66/PUU-XIX-2021, ditegaskan bahwa yang boleh mengajukan pemohon mengenai ambang batas pencalonan presiden adalah partai politik peserta pemilu tahun 2019. Enny menjelaskan, Jaya sebagai perorangan harus bisa menyampaikan bahwa kedudukan hukumnya dirugikan akibat berlakunya ketentuan atau norma Pasal 222 UU Pemilu. "Sehingga diperlukan argumentasi yang kuat pada MK bahwa perorangan bisa diberikan kedudukan hukum," tuturnya. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik