KEJAKSAAN Agung akan melakukan koordinasi antar-lembaga untuk mengusut tuntas kasus dugaan salah prosedur pengadaan proyek slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) era Ryamizard Ryacudu yang ditaksir menimbulk kerugian bagi negara seniliar Rp800 miliar.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Anwar Saadi ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (15/1) menjelaskan, selain berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Tinda Pidana Khusus (Jampidsus), pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer (POM) TNI.
"Kita terus berkoordinasi dengan Pidsus dan POM TNI," ujar Anwar singkat.
Dalam keterangannya, Anwar mengungkapkan, berdasarkan hasil pengusutan ditemukan bahwa ada indikasi keterlibatan Anggota TNI dalam proyek satelit militer milik Kemenhan tersebut. Dugaan-dugaan tersebut akan terus diusut oleh pihak kejaksaan untuk proses penyidikan lebih lanjut. Jampidmil akan memeriksa fakta-fakta hukum berdasarkan bukti hasil penyidikan yang dilakukan oleh Jampidsus.
"Nanti fakta hukum yang membuktikan hasil penyidikan dari fungsi pidana khusus. Kalau sudah demikian, baru kita koordinasikan lebih lanjut," ujar Anwar.
Kejagung sendiri juga telah menugaskan Jampidsus Febrie Adriansyah untuk melakukan penyelidikan terkait cacat prosedur pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT yang dilakukan oleh Kemenhan. Phaknya telah melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut selama 1 minggu dengan memeriksa beberapa pihak baik dari pihak swasta maupun rekanan pelaksanan di Kemenhan dengan total 11 orang.
"Tentunya dalam penyelidikan jaksa juga melakukan beberapa koordinasi dan diskusi kepada pihak-pihak yang dapat menguatkan dalam pencarian alat bukti," ujar Febrie.
Dalam keterangannya, Febrie juga menekankan, berdasarkan hasil koordinasi yang dilakukan dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejagung menemukan alat bukti yang cukup kuat tentang cacat prosedur pengadaan satelit slot orbi 124 derajat BT. Bukti tersebut ditemukan dalam hasol audit yang dilakukan oleh BPKP.
"Selain itu juga didukung dengan dokumen yang lain, yang kita jadikan alat bukti seperti kontrak dan dokumen-dokumen lain dalam proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri," ungkapnya.
Febrie menjelaskan, pengadaan proyek satelit slot orbit 123 derajat BT tidak dilakukan dengan tidak baik, sehingga tedapat kategori perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara. Kontrak dilakukan saat anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemenhan tahun 2015.
Baca juga : Kerugian Negara di Kasus Korupsi Satelit Kemhan Capai Rp700 Miliar
"Kemudian dalam prosesnya pun ini juga ada penyewaan satelit dari Avantie Communication. Seharusnya, saat itu kita tidak perlu lakukan sewa satelit tersebut karena di ketentuannya satelit lama yang tidak berfungsi bisa digunakan hingga 3 tahun," tuturnya.
Febrie menjelaskan, ada pihak swasta yang terlibat aktif dalam proyek pengadaan satelit sehingga proyek tersebut di tahun 2015 ditangani oleh Kemenhan yang seharusnya menjadi wilayah Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenhan). Pihak kejaksaan sendiri masih terus melakukan penyidikan lebih lanjut sebelum menetapkan tersangka.
"Untuk siapa kira-kira yang terlibat tentunya kita tidak dapat sembarang untuk menentukan ya, kecuali nanti alat bukti lah yang nanti akan menentukan siapa-siapa saja nanti yang bertanggung jawab ya," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Militer Beni Sukadis menjelaskan, Kejagung perlu memanggil semua pihak yang terlibat dalam proyek pengadaan satelit di Kemenhan. Tidak terkecuali Ryamizard Ryacudu yang saat itu menjabat sebagai Menhan.
"Semua pihak yang terlibat baik yang di Kemhan dan juga Kontraktor satelit di Indonesia," ungkap Beni.
Beni tidak memungkiri pengadaan satelit bagi Indonesia memang penting untuk menunjang sektor komunikasi khususnya komunikasi pertahanan dan keamanan negara. Terlebih, negara perlu mengambil slot kekosongan orbit yang ditinggalkan oleh satelit sebelumnya yang sudah tidak aktif.
"Karena jika tidak akan mengakibatkan kehilangan kuota yang diberikan oleh organisasi telekomunikasi internasional (ITU)," ungkapnya.
Kendati demikian, Beni menuturkan, untuk menghindari adanya potensi perbuatan melawan hukum yang berdampak pada kerugian negara, proses pengadaan alat-alat pertahanan di Tanah Air harus betul-betul dilakukan secara transparan. Kemhan saat itu dapat dikatakan menyalahi prosedur karena sebetulnya negara belum memliki alokasi dana dalam pengadaan satelit.
"Jika proses tersebut dilakukan tanpa transparansi tentu akan merugikan negara. Aneh ketika proses dilakukan ketika Kemhan tidak memiliki alokasi dana dalam pengadaannya, sehingga ketika dilakukan jelas menyalahi prosedur dalam pengadaan itu," paparnya. (OL-7)