Pengamat: Rasuah di Kalangan Pejabat Daerah Bagaikan Fenomena Gunung Es

Cahya Mulyana
20/11/2021 10:25
Pengamat: Rasuah di Kalangan Pejabat Daerah Bagaikan Fenomena Gunung Es
Ilustrasi korupsi(Dok Media Indonesia )

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengimbau kepala daerah menjadi teladan bagi seluruh ASN dalam menjaga integritas dan pencegahan rasuah. Pernyataan itu dinilai merupakan harapan klasik yang sulit terwujud.

Alasannya, kepala daerah sudah terkungkung dalam lingkaran setan berupa utang dari modal materi dalam suksesi pemilihan dan janji politik kepada para pemilik modal. Penyebabnya berasal dari mahalnya biaya politik.

"Melihat kondisi atau kenyataan seperti itu rasanya harapan Ketua KPK (Firli Bahuri) hanya isapan jempol. Banyaknya kepala daerah yang sudah dimasukan penjara akibat korupsi tak kunjung membuat jera karena selain hukumannya ringan juga sistem politik yang mahal," papar Pengamat Kebijakan Publik asal Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah kepada Media Indonesia, Sabtu (20/11).

Ia mengatakan KPK tidak perlu lagi menasihati kepala daerah supaya terbebas korupsi. Sebab secara nyata sudah banyak contoh bagi mereka ketika melakukan rasuah.

"Tinggal KPK fokus memberantas korupsi. Ketika ada kepala daerah diduga melakukan perbuatan hina tersebut langsung saja diselidiki. Juga KPK perlu gerak cepat ketika terdapat laporan kepala daerah yang korupsi dari masyarakat," ujarnya.

Trubus menjelaskan rasuah di lingkungan pejabat daerah seperti fenomena puncak gunung es. Selain praktik ijon, banyak korupsi dilakukan dengan modus lain seperti kebijakan, pengadaan, perizinan dan lainnya.

"Hal sama seperti terjadi seperti 100an ASN menerima bansos. Seharusnya itu langsung ditindak," terangnya.

Pemberantasan korupsi, lanjut dia, harus komprehensif mulai pengawasan di hulu yakni perencanaan hingga tahap implementasi di lapangan. "Tanpa pengawasan ketat kepala daerah akan berupaya mengembalikan modal politik. Meskipun dipilih rakyat namun modal yang dikeluarkan banyak sementara gaji sedikit sehingga harus korupsi untuk mengembalikan modal," pungkasnya. (OL-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya