Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atas Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) terhadap UUD 1945.
Permohonan itu diajukan oleh Arnoldus Belau, yakni wartawan di Suara Papua, serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diwakili Ketua Umum Abdul Manan dan Revolusi Riza Zulverdi. Adapun norma yang diuji terkait kewenangan pemerintah dalam memutus informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar hukum atau ilegal.
Intinya, para pemohon meminta MK untuk menyatakan pemutusan akses tersebut dilakukan setelah keputusan administrasi pemerintah atau keputusan tata usaha negara (PTUN) secara tertulis. Namun, MK menilai jika informasi elektronik yang bermuatan hukum lebih dulu diakses, sebelum dilakukan pemblokiran, dampak buruk yang ditimbulkan jauh lebih masif.
"Peran pemerintah dalam mnejaga dunia siber sangat diperlukan. Mengingat karakteristik dari internet yang mudah membawa dampak buruk dari masyarakat," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pembacaan putusan perkara Nomor 81/PUU-XVIII/2020, Rabu (27/10).
Baca juga: MK Tanyakan Pendapat Ahli soal Rekayasa Teknis Pemilu 2024
"Oleh karena itu, tidak mungkin bagi pemerintah menerbitkan PTUN secara tertulis, baru kemudian melakukan pemutusan akses, karena membutuhkan waktu," imbuhnya.
Adapun Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menambahkan bahwa teknis pemutusan akses informasi elektronik atau dokumen elektronik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019. Menurutnya, aturan tersebut sudah memberikan klasifikasi mengenai informasi elektronik atau dokumen elektronik yang muatannya melanggar hukum.
Terkait kekhawatiran pemohon atas tindakan pemerintah memutus akses informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan ilegal, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic menyebut sudah ada ruang pengaduan. Serta, pemulihan terhadap pelaporan konten negatif maupun situs yang bermuatan konten negatif diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020.
Dengan begitu, MK menilai tidak ada persoalan konstitusionalitas norma pasal yang diujikan dengan hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang dijamin UUD 1945. Pun, dalil pemohon dianggap tidak berasalan menurut hukum.
Baca juga: Kapolri Ingin ke Depan Polisi Dapat Dicintai Masyarakat
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman.
Meski menolak permohonan tersebut, dalam menjamin asas keterbukaan, MK berpendapat pemerintah perlu menyampaikan notifikasi digital. Itu berupa pemberitahuan kepada pihak yang akan diputus akses informasi elektronik atau dokumen elektroniknya.
Terdapat dua Hakim Konstitusi, yakni Suhartoyo dan Saldi Isra, yang berbeda pandangan (dissenting opinion) terhadap putusan perkara uji materi UU ITE tersebut. Meski pemerintah punya kewenangan memutus akses informasi atau dokumen elektronik bermuatan ilegal, diperlukan prosedur khusus.
Menurut Hakim Saldi Isra, prosedur itu harus diatur secara pasti, agar peluang penyalahgunaan wewenang tidak terjadi atau dikurangi. "Norma Pasal 40 ayat 2b UU ITE sama sekali tidak memuat adanya prosedur yang mesti dilakukan pemerintah, dalam memutus akses atau memerintahkan pemutusan akses," pungkas Saldi.(OL-11)
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
Viktor meminta MK memuat larangan wamen rangkap jabatan secara eksplisit pada amar putusan, bukan hanya di dalam pertimbangan hukum.
Menurutnya, pelibatan publik dalam pembahasan undang-undang merupakan tanggung jawab DPR dan pemerintah, karena merupakan hak dari publik.
Ironisnya dalam praktik pengesahan UU TNI, proses pembentukannya justru terkesan politis menjadi alat kuasa dari Presiden dan DPR.
Supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam situasi jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved