Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
SEJAK awal berdiri, NU pada hakekatnya memiliki satu tujuan yang tidak pernah berubah, yakni membawa perbaikan, baik dalam lingkup keagamaan maupun kemasyarakatan.
Oleh karena itu, organisasi Islam terbesar se-Indonesia tersebut harus mampu mengonsolidasikan diri, menyatukan seluruh potensi supaya selalu utuh dan mampu menggapai tujuan yang ditetapkan.
Demikian disampaikan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Wakil Presiden Republik Indonesia Maruf Amin dalam pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar NU, Sabtu (25/9).
Dalam upaya menuju perbaikan, tentu diperlukan strategi yang harus dimatangkan. Munas, menurutnya, adalah forum yang sangat baik yang harus bisa dimanfaatkan untuk hal tersebut.
Baca juga: Munas Alim Ulama NU Bahas Criptocurrency Hingga UU Penodaan Agama
"Munas adalah forum penting dalam rangka membuat garis-garis bagi organisasi untuk bekal melangkah menuju perbaikan," ujar Maruf yang hadir secara daring.
Ia mengingatkan ada tiga tantangan serius yang akan dihadapi bangsa di masa mendatang.
Bisa jadi, tantangan-tantangan tersebut akan jauh lebih besar dan kompleks dibandingkan yang ada saat ini.
Yang pertama adalah terkait perkembangan paham-paham ekstremisme, baik yang bersifat radikal maupun apatis soal keagamaan.
"Ini menjadi penting. Masih banyak umat Islam yang berpikir tekstual, hanya berpegang pada teks. Ada juga yang memberi penafsiran berlebih. Oleh karena itu, kita harus bisa menangani ini, bagaimana mengedepankan moderasi dalam keagamaan," jelasnya.
Kemudian, tantangan selanjutnya adalah pandemi yang masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Maruf menekankan bahwa pemerintah tidak bisa bergerak sendiri mengatasi masalah tersebut. Para ulama dan masyarakat juga harus turut membantu agar situasi bisa semakin membaik.
"Pemerintah menggencarkan vaksinasi, masyarakat menjalankan protokol kesehatan secara ketat," tuturnyan
Saat ini, laju penularan memang menurun namun semua pihak harus tetap waspada. Jangan sampai ada kelalaian yang bisa menyebabkan lonjakan kembali terjadi.
"Bagi kita umat Islam, menghadapi covid-19 bukan hanya masalah kesehatan tapi juga masalah keagamaan. Melindungi umat itu menjadi salah satu tujan syariat kita. Berobat dan menjaga diri dari penyakit adalah sesuatu yang wajib," tegas Maruf.
Yang terakhir adalah tantangan terkait situasi perpolitikan. Maruf melihat, saat ini, banyak tokoh yang tidak memiliki jiwa keagamaan dalam berpolitik.
"Syekh Hasyim Asy'ari sempat mengatakan sudah melemah jiwa keagamaan dalam dunia perpolitikan Indonesia. Bahkan beliau bilang hampir mati. Saya tidak tau apakah sekarang sudah menguat atau malah sudah mati. Oleh karena itu, jiwa keagamaan harus dorong agar kehidupan politik kita lebih beretika dan berakhlak mulia," jelas Maruf.(OL-4)
Nahdlatul Ulama dan Australia memiliki kemitraan jangka panjang dan sejarah kerja sama untuk mendukung pembangunan Indonesia di tingkat komunitas.
LANGKAH sejumlah negara seperti Prancis dan Inggris yang mulai menunjukkan keseriusan untuk mengakui Palestina dinilai sebagai perkembangan penting.
PBNU kenang Suryadharma Ali sebagai tokoh yang berperan dalam kemajuan pesantren.
PBNU berkomitmen membantu menyediakan dan mengelola dapur umum demi kelancaran program MBG
KETUA Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur mengatakan pemerintah mempunyai Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang belum berjalan dengan baik.
PENGURUS Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyayangkan pembubaran dan perusakan rumah doa atau tempat ibadah kembali terjadi. Terbaru pembubaran rumah doa yang terjadi di Padang.
Pemerintah daerah agar memastikan pembentukan Satgas Ormas di seluruh kabupaten/kota dan rutin mengevaluasi kinerjanya.
Tim Unit Ranmor dan Tim Opsnal Unit Reskrim Polsek Bantar Gebang menangkap kedua pelaku pada 19 Juli 2025
Rakornas ini sebagai bagian dari rangkaian menuju Musyawarah Besar (Mubes) Ormas MKGR 2025 yang akan diselenggarakan di Jakarta, pada 29–31 Agustus mendatang.
Kemendagri membenarkan adanya aturan yang melarang organisasi masyarakat (ormas) untuk mengenakan seragam yang menyerupai TNI atau Polri.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP terkait pemerasan, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
SOSIOLOG Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi kembali keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang ada saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved