Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
WAKIL Ketua Badan Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengecam adanya serangan kelompok bersenjata TPN (Tentara Pembebasan Nasional) OPM ke sejumlah sarana pelayanan publik hingga kemudian berakibat hilang nyawa dari para pekerja di sektor tersebut. Pertikaian senjata antara TPN OPM dengan aparat penegak hukum Indonesia memang masih debatable, apakah masuk dalam kategori hukum humaniter internasional, tapi ini bukan berarti pihak-pihak yang bertikai bisa mengabaikan begitu saja.
"Obyek sipil dan penduduk sipil harus mendapat perlindungan maksimal. Baik dari negara maupun dari kelompok bersenjata yang melakukan perlawanan," kata Bonar melalui keterangan resmi, Selasa (21/9).
Bonar melanjutkan, TPN OPM berulang kali menyerukan agar warna non-Papua harus segera pergi meninggalkan Papua dan mereka yang masih tinggal dianggap sebagai bagian dari kombatan yang harus diperangi. TPN OPM pun tampak memiliki strategi melumpuhkan pelayanan publik agar berdampak pada krisis kemanusiaan yang membuat konflik berkepanjangan sembari berharap ada international humanitarian intervention.
Strategi semacam ini tentu berakibat buruk dan kontra produktif. TPN OPM tidak menyadari aksi yang dilakukan dalam menyasar obyek sipil dan penduduk sipil akan membuat kehilangan simpati baik dari kalangan domestik, nasional maupun internasional. Metode TPN OPM untuk memperjuangkan hak kemerdekaannya pun akan dipertanyakan.
Begitu juga patut dipertanyakan apa yang dilakukan oleh negara selama ini --dalam hal ini aparat Indonesia-- keamanan insani tidak menjadi prioritas utama.
"Objek sipil dan para pekerja di sektor tersebut seharusnya mendapat perlindungan maksimal, karena mereka berada di garda terdepan dalam memberikan pelayanan terhadap penduduk sipil dalam area konflik bersenjata," tuturnya.
Baca juga: Moeldoko Center Mengutuk Keras Kebiadaban KKB di Papua
Selain itu, kebutuhan dasar dan infrastruktur penunjang bagi pelayanan publik masih jauh dari memadai. Sementara kekerasan terhadap orang asli Papua terus terjadi, sedang pelangggaran HAM yang terjadi di masa lalu diabaikan. Pengerahan kekuatan bersenjata lebih diutamakan ketimbang memberikan perlindungan bagi warga, ibaratnya warga seperti "pelanduk yang mati ditengah".
Kekerasan bersenjata siapa pelakunya dari kedua kubu tidak bisa dibenarkan. Korban sipil akan terus berjatuhan akibat siklus kekerasan.
"Setara Institute terus tanpa hentinya menyerukan agar baik aparat keamanan Indonesia dan kelompok bersenjata TPN OPM untuk mengambil langkah-langkah peredaan ketegangan dan penghentian permusuhan (cessation of hostilities) sebagai tahap awal menuju penyelesaian konflik Papua yang menyeluruh. Wujudkan Papua tanah damai. Sudah saatnya dialog dikedepankan dan senjata ditanggalkan," pungkasnya.(RO/OL-5)
Hasil kajian juga menyebutkan bahwa kekerasan dalam bentuk verbal dan psikis/emosi adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak dengan disabilitas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melontarkan kecaman keras atas insiden kekerasan yang menimpa dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, di RSUD Sekayu
Pasukan Garda Nasional mulai terlihat berpatroli di Washington DC, sehari setelah perintah Presiden AS Donald Trump.
Hasanuddin mengatakan lingkungan militer memang keras. Namun, sejak 1974 telah dikeluarkan instruksi yang melarang hukuman fisik berupa pemukulan atau penyiksaan.
Wali Kota Washington DC, Muriel Bowser, akan berupaya menjaga kepercayaan warga di tengah pengerahan aparat federal
Pentingnya sinergi antara perguruan tinggi dan LLDIKTI dalam mengawal kasus kekerasan di kampus.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved