Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Polri Minta Masyarakat Waspadai Penyebaran Terorisme Melalui Medsos

Muhammad Fauzi
31/8/2021 16:23
Polri Minta Masyarakat Waspadai Penyebaran Terorisme Melalui Medsos
Webinar "Meningkatkan Partisipasi, Terorisme Dapat Ditanggulangi" yang diselenggarakan oleh Divisi Humas Polri, Selasa (31/8).(dok.pribadi)

KEMENANGAN Taliban di Afghanistan diperkirakan akan membangkitkan sel tidur terorisme di tanah air. Untuk itu Polri meminta masyarakat mewaspadai penyebaran paham terorisme yang saat ini gencar dilakukan melaui media sosial.

Demikian disampaikan oleh Kepala Densus 88 Anti Teror Polri, Irjen Pol. Martinus Hukom, dalam webinar "Meningkatkan Partisipasi, Terorisme Dapat Ditanggulangi" yang diselenggarakan oleh Divisi Humas Polri, Selasa (31/8).

Narasumber yang hadir dalam webinar tersebut, yaitu: Deputi 7 BIN Dr. Wawan H. Purwanto, pengamat intelijen Dr. Susaningtyas Kertopati, dan Dekan Fisip Universitas Airlangga Prof. Dr. Bagong Suyanto, M.Si. menyatakan hal senada.

Para narasumber berpendapat tanpa keterlibatan masyarakat, mustahil penyebaran paham anti Pancasila dan radikalisme dapat dilaksanakan secara optimal.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Rusdi Hartono dalam sambutannya mengatakan, tindak pidana terorisme merupakan kejahatan yang tergolong pemberantasannya dilakukan secara luar biasa (extra ordinary crimes). Tindak pidana tersebut juga dapat digolongkan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes again humanity) sehingga mendapat perhatian penuh dari pemerintah.

Perhatian ini tercermin dalam penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta dibentukan BNPT dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror di lingkungan Polri.

“Ini dimaksudkan untuk menanggulangi aksi terorisme dengan sebaik mungkin sehingga dapat memberikan jaminan atas kamtibmas yang kondusif yang pada gilirannya tercipta stabilitas sebagai modal utama pembangunan,” kata Rusdi.

Dampak Taliban

Ka Densus 88 Anti Teror Polri Irjen Pol. Martinus Hukom mengemukakan, pihaknya sudah menangkap 309 orang dalam beberapa waktu terakhir, dan akan ada lagi penangkapan.

Ia menyebutkan, meskipun sudah banyak yang ditangkap, kelompok teroris tetap menggunakan media sosial untuk menyebarkan pahamnya. "Mereka selalu mempertentangkan Pancasila dengan ideologi lain," ungkap Martinus.

Deputi VII BIN Dr. Wawan Hari Purwanto mengakui fenomena kemenangan Taliban di Afghanistan telah memicu kekhawatiran sejumlah pihak tentang kebangkitan paham radikal dan teror. Keresahan ini terbukti dengan adanya ledakan bom di luar Bandara Kabul, 26 Agustus lalu.

“Peristiwa tersebut menyisahkan tanda tanya bagaimana modus baru gerakan terorisme saat ini dan bagaimana partisipasi publik menekan aksi tersebut,” kata Wawan.

Berdasarkan catatan, menurut Wawan, terdapat sejumlah modus baru terorisme saat ini, yaitu: menjadikan perempuan sebagai pengantin, pendanaan teroris melalui kotak amal, lone wolf atau serangan teroris seorang diri, dan menggunakan milenial.

Sementara pengamat intelijen Dr. Susaningtyas NH Kertopati mengemukakan kemenangan Taliban di Afghanistan telah menjadi glorifikasi dan justifikasi bagi bangkitnya sel tidur terorisme di Indonesia.

“Yang kita hadapi adalah ancaman ideologi radikalisme yang akan terus mencari wadah baru untuk berkembang, dengan sasaran negara-negara berpenduduk muslim besar seperti Indonesia,” terang Nuning, panggilan akrab Susaningtyas.

Nuning mencemaskan menguatnya intoleransi, radikalisme khususnya di dunia maya di kalangan siswa, mahasiswa, remaja, dan anak muda, serta perempuan yang menjadi pelaku terorisme.

Ia menyebutkan, saat ini narasi yang kerap kali hadir adalah narasi ideologis yang berwujud pro dan anti Pancasila. Untuk itu, Polri dituntut tegas terhadap segala hal yang mengganggu keutuhan NKRI serta yang berafiliasi dengan radikalisme.

Namun pembatasan di media sosial diakui Nuning tidak efektif untuk menangkal radikalisme. Yang perlu ditingkatkan menurutnya adalah kemampuan literasi di media sosial masyarakat, bukan hanya sekedar baca tulis, namun perlu mampu bernalar untuk merespon propaganda radikalisme.

Dekan Fisip Unair Prof. Dr Bagong Suyanto, M.Si mengingatkan  penyebaran terorisme melalui dunia maya, seperti hoaks, hate speech, dan paham radikalisme. Sehingga melahirkan terorisme milenial.

“Radikalisme dan terorisme tidak bergerak linier,” jelas Bagong seraya menambahkan, spektrum radikalisme adalah pseudo radikalisme hingga radikalisme dan ekstremisme.  Untuk itu, menurut Bagong, peran masyarakat dalam melakukan deteksi dini penting sebagai watchdog.

Hal senada disampaikan Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto yang meminta, masyarakat perlu waspada terhadap berbagai perubahan di lingkungannya, khususnya masyarakat yang sikapnya tiba-tiba berubah.

“Seperti membatasi pergaulan secara sepihak, tidak mau beribadah dengan kawan lainnya, atau bahkan menutup diri dari lingkungan sosialnya,” ungkap Wawan.

Ia menegaskan BIN melakukan pendektesian dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan nasional. (OL-13)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya