Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Baliho Politisi Menjamur di Tengah Pandemi Sangat Tidak Etis

Cahya Mulyana
02/8/2021 16:19
Baliho Politisi Menjamur di Tengah Pandemi Sangat Tidak Etis
Billboar bergambar Puan Maharani terpasang di sejumlah jalan di Kota Surabaya pada pertengahan Juni lalu.(Medcom.id/Amaluddin)

SEJUMLAH baliho yang menjamur bernuansa politis dan kompetisi untuk pemilu 2024 mencerminkan bahwa elit partai tidak peka terhadap kondisi rakyat. Pasalnya masyarakat tengah berjibaku dengan beban dari pandemi covid-19 tapi politisi memulai berebut kekuasaan.

"Secara etika politik, politisi mestinya menjadi negarawan, penopang kebijakan dan perpanjangan tangan dari rakyat. Tidak elok di tengah berjibaku dengan pandemi, mereka berebut kekuasaan," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby pada webinar bertajuk Wabah Baliho Capres di Tengah Pandemi, Senin (2/8).

Menurut dia sikap politik elit yang memasang baliho untuk kepentingan pribadinya di pemilu 2024 tidak etis. Pasalnya itu dilakukan jauh sebelum kontestasi dimulai serta di tengah masyarakat yang terbebani pandemi.

"Rakyat tengah menderita akibat virus korona sementara elit berebut kuasa. Maka perebutan kekuasaan itu untuk siapa. Jadi secara etika tidak beretika mengampanyekan diri untuk sebuah kekuasaan," paparnya.

Ia menilai baliho politis yang tengah mewabah di pinggir jalan dan tempat umum tidak akan berdampak pada elektabilitas. Alasannya, masyarakat lebih memikirkan nasib ekonomi yang tengah ambruk ketimbang pilihan di 2024.

Pun 60% pemilih di 2024 berasal dari kalangan milenial yang sangat kritis. Jargon dan alat peraga kampanye tidak akan mendasari pilihan bagi generasi milenial.

Baca juga: Sidang Etik Pertama Lili Pintauli Digelar Besok

"Popularitas tidak membekas pada pemilih kritis. Karena mereka membutuhkan kerja nyata. Pemasangan baliho tanpa catatan prestasi tidak akan menjadi landasan memilih. Baliho bisa memacu popularitas namun popularitas tidak serta merta berubah menjadi elektabilitas," ujarnya.

Alwan mengatakan elit yang berniat berkontestasi di pemilu mendatang harus mengutamakan kinerja ketimbang pencitraan. "Butuh kinerja nyata. Misalnya dalam penanggulangan covid-19, partai atau tokoh yang diusung dapat memberi solusi dan menjadi perpanjangan tangan keluhan rakyat," katanya.

Pada kesempatan sama Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan maraknya baliho bernuansa pemilu 2024 menegaskan bahwa elit politik tidak peka terhadap rakyat. Semestinya, petinggi partai mengerahkan seluruh kemampuan untuk memperbaiki bangsa bukan mencitrakan diri.

"Kondisi saat ini terjadi disparitas kepentingan antara rakyat dan elit. Elit lebih bernafsu berebut kekuasaan ketimbang berempati dan membantu rakyat yang tertimpa dampak covid-19," jelasnya.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan persaingan menuju pemilu 2024 sangat ketat. Maka elit politik memanfaatkan momentum pandemi ini untuk mendulang suara.

Partai berlomba-lomba memperkenalkan para calon di pemilu 2024 kepada rakyat. Mobilisasi alat peraga pun dilakukan demi popularitas para calon presiden 2024.

"Ada dua tipe, calon berbasis baliho dan kinerja. Calon presiden yang berbasis baliho muncul dari yang saat ini dekat atau mendukung pemerintah. Sementara calon presiden kinerja mereka berasal dari daerah bahkan yang tidak memiliki partai," ujarnya.

Jadi, kata dia, masyarakat harus rasional dalam memberi penilaian terhadap langkah politik para elit. Masyarakat harus mendasarkan dukungan pada kerja nyata para elit dalam membantu bangsa supaya segera keluar dari dampak dan pandemi covid-19. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik