Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah sibuk mendalami kasus dugaan rasuah pembelian lahan di Munjul, Jakarta Timur. Tiga tersangka sudah ditetapkan dalam kasus itu.
"Yang sudah ditetapkan ada tiga ya, Yoory (Direktur Utama nonaktif Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles)," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (6/4).
Karyoto enggan membeberkan dua nama lainnya. Pasalnya, dia hanya keceplosan saat menyebut nama Yoory sebagai tersangka.
"Tapi enggak apa-apa saya bocorin sedikit saja, memang sudah bocor dari kemarin kan gitu," ujar Karyoto.
Baca juga: KPK Sebut Singapura Surganya Koruptor
Kasus ini sudah masuk dalam tahap penyidikan. Lembaga Antikorupsi sudah menentukan tersangka dalam kasus tersebut. Dalam salah satu surat panggilan saksi, ada tiga tersangka perorangan, dan satu tersangka koorporasi dalam kasus ini.
Para tersangka, yakni Direktur Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles serta dua pihak swasta Anja Runtuwene dan Tommy Ardian.
Komisi Antirasuah juga menetapkan tersangka koorporasi, yakni PT Adonara Propertindo.
Keempat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (OL-1)
Kasus Setnov bukan cuma merugikan negara. Tapi, kata dia, perkara itu secara langsung membuat masyarakat rugi karena kualitas KTP-e yang dikurangi.
Pimpinan KPK tidak mau ikut campur atas pertimbangan penyidik memanggil saksi untuk pemberkasan kasus. Saat ini, Yaqut masih berstatus saksi.
ICW menilai Setnov tidak seharusnya mendapatkan keringanan dalam kasusnya. Sebab, kata Wana, korupsi yang melibatkan pimpinan DPR sudah membuat preseden buruk di Indonesia.
Tannos harusnya menyerah usai saksi ahli yang dibawanya ditolak hakim. Namun, buronan itu tetap menolak untuk dipulangkan ke Indonesia.
MA sempat mengabulkan upaya hukum luar biasa atau PK yang diajukan terpidana kasus KTP elektronik yanh juga mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto ini.
Sementara itu, dia mengatakan langkah-langkah yang dilakukan KPK tersebut merupakan hal yang biasa dilakukan dalam penyidikan sebuah perkara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved