Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Usut Raibnya Dana Pertamina Rp244 Miliar

Insi Nantika Jelita
20/3/2021 10:30
Usut Raibnya Dana Pertamina Rp244 Miliar
.(Antara)

PEMERINTAH melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional meminta kasus raibnya dana Rp244 miliar milik Pertamina diusut tuntas.

Ini terkait dugaan adanya mafia tanah atas lahan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Pertamina dan Perumahan Pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Nasional di kawasan Jakarta Timur.

Juru Bicara Kementerian ATR/BPN, Teuku Taufiqulhadi, menegaskan hilangnya lahan itu tidak terkait dengan pihaknya. Dia menekankan, jika tidak ada pelepasan tanah oleh negara, Pertamina harus mengambil kembali tanah itu. "Karena bila tidak ada pelepasan oleh negara, jatuhnya tanah itu ke tangan orang lain pasti tidak wajar. Ketidakwajaran itu harus diusut tuntas," ungkap Taufiqulhadi kepada Media Indonesia, kemarin.

"Hilangnya aset milik BUMN ini sangat kita sayangkan. Jika benar lahan itu telah berpindah hak ke orang lain, harus diperjelas, apakah benar negara, dalam hal ini Kementerian BUMN telah melepaskan tanah itu? Jika tidak, harus diambil lagi tanah itu," tambahnya.

Baca juga: Dirut Pertamina Diperiksa di Kantornya Terkait Mafia Tanah

Saat dikonfirmasi, Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations PT Pertamina, Agus Suprijanto, mengaku masih membicarakan kasus tersebut dengan internal perusahaan. "Kami sedang mengoordinasikan secara internal, saya akan segera update," ucap Agus.

Terpisah, Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat, menyatakan pihaknya tengah menyelidiki kasus dugaan pemalsuan dokumen oleh mafia tanah yang diduga meraibkan dana milik Pertamina. "Lagi periksa jalan, mengumpulkan barang bukti," papar Tubagus.

Dia pun mengaku tengah memeriksa dan menangani adanya dugaan dokumen yang diajukan penggugat itu palsu.

Dalam pemberitan Media Indonesia (8/3), dijelaskan bahwa pengacara Pertamina, Harry Ardian, mengatakan kasus berawal dari lahan 16.000 m2 yang dikelola Pertamina sejak 1973 di Jl Jati Rawamangun dan Jl Jati Barang Raya, kawasan Jl Pemuda, RT12/04, Kelurahan Jatirawamangun, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Di atas lahan itu kini berdiri Maritime Training Center Pertamina, SPBG dan Perumahan Bappenas.

Harry mengatakan lahan itu dulu milik Teuku Nyak Markam. Keluarga tersebut pernah menggugat aset itu pada 1987. Keluarga Tjut Aminah Markam (istri) memenangi gugatan PK dengan nomor perkara 113/Pdt.G/1987/PN.Jkt.Tim. Keputusan PK itu keluar pada 12 April 2005. Lahan yang digugat hanya SPBG seluas 3.150m2. Pertamina pun harus membayar Rp23 miliar.

Namun, pada 2014 muncul lagi gugatan baru untuk lahan SPBG dan Perumahan Bappenas. Kali ini yang menggugat enam ahli waris dari RS Hadi Sopandi dan memenangi kasus klaim kepemilikan tanah itu. Pertamina menduga oknum tersebut merupakan mafia tanah.

Berdasarkan putusan PK dengan nomor perkara 127/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim tertanggal 14 November 2019, Pertamina kembali dinyatakan kalah dalam persidangan. Lalu pada 2 Juni 2020, petugas PN Jakarta Pusat mendatangi Kantor BRI cabang Jl Veteran, Jakarta. Mereka mengeksekusi dan memblokir rekening milik Pertamina sebesar Rp244,6 miliar.

Data tidak akurat

Pakar hukum agraria dari Universitas Kristen Indonesia, Aartje Tehupeiory, mengungkapkan salah satu penyebab oknum mafia tanah dapat beraksi antara lain karena tidak akuratnya data-data kepemilikan tanah oleh pemerintah.

Mafia tanah itu, tambahnya, dilakukan dengan cara-cara permufakatan atau persekongkolan jahat sehingga menimbulkan sengketa dan perkara pertanahan di masyarakat ataupun pemerintahan. "Kelemahan ini bisa terjadi karena adanya celah pendataan tanah-tanah di Indonesia yang belum akurat. Harus ada pembenahan dan pemetaan tanah di seluruh Indonesia secara valid," kata Aartje, kemarin.

Dia mendorong pemerintah untuk tegas memberantas mafia tanah dan memperkuat UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

"Perlu juga kerja sama pihak terkait, dengan komitmen penegak hukum, baik BPN, kepolisian, maupun kejaksaan untuk sapu bersih mafia tanah. Jangan aparaturnya ikut bermain, serta sanksi harus lebih tegas," pungkasnya. (Ykb/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya