Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PADA era revolusi informasi seperti saat ini, peran pustakawan jangan dibayangkan sekadar menata buku koleksi dan melayani pengunjung perpustakaan. Agar tetap mampu bertahan dan eksis, pustakawan perlu terus mengembangkan extended roles, tak terkecuali berpartisipasi dalam penelitian. Kita tahu bahwa lebih daripada sekadar pengelola koleksi pustaka, pustakawan kini memiliki andil besar dalam penyediaan dan penyebaran informasi, bahkan berperan dalam meningkatkan kualitas penelitian.
Menurut UNESCO, selain aktif dalam pengajaran dan pembelajaran, perguruan tinggi memiliki peran dalam mengembangkan transfer pengetahuan serta memajukan penelitian. Untuk memastikan agar penelitian yang dihasilkan dan dideseminasikan perguruan tinggi benar-benar berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat, andil pustakawan di sini menjadi sangat penting.
Sebagai sebuah profesi yang memiliki kompetensi mengelola informasi, pustakawan niscaya akan memberikan kontribusi yang besar dalam mendukung peningkatan kualitas penelitian. Masalahnya ialah apa saja peran yang dapat ditawarkan pustakawan untuk mendukung kinerja perguruan tinggi menghasilkan penelitian yang berkualitas? Pertanyaan itulah yang perlu dikaji dan menarik dibahas lebih lanjut di Hari Pustakawan Indonesia.
PILIHAN PERAN
Saat ini, berapa jumlah pustakawan di Indonesia belum ada data yang pasti. Namun, Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyatakan Indonesia masih kekurangan jumlah pustakawan sebanyak 439.680 pustakawan (Media Indonesia, 5/4/2023). Jumlah tersebut meliputi semua jenis perpustakaan di Indonesia, baik perpustakaan umum, khusus, sekolah baik negeri maupun swasta, dan perguruan tinggi.
Khusus untuk pustakawan di perguruan tinggi, sudah tentu jumlahnya lebih sedikit. Kalau berdasarkan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 13 Tahun 2017, rasio ideal pustakawan di perguruan tinggi ialah setiap 500 mahasiswa paling sedikit terdapat satu pustakawan. Peraturan itu menjadi acuan dalam menghitung kebutuhan jumlah pustakawan di perguruan tinggi.
Namun, kekuatan anggaran tiap perguruan tinggi tentu berbeda-beda sehingga bisa saja terjadi sebuah perguruan tinggi memiliki pustakawan yang memadai, tetapi di perguruan tinggi lain bukan tidak mungkin masih kekurangan.
Terlepas soal apakah rasio pustakawan dan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi saat ini telah memadai atau tidak, secara garis besar ada beberapa peran yang dapat dipilih pustakawan untuk mendukung peningkatan kualitas penelitian di perguruan tinggi. Peran-peran tersebut ialah berikut ini.
Pertama, supporting research and publication. Di sini pustakawan memiliki peran khusus membantu dalam penelitian dan publikasi ilmiah mahasiswa, dosen dan peneliti (Torrisi-Stelle et al, 2015; Mantora, 2015; Sugihartati, 2025). Peran yang dikembangkan pustakawan dalam posisi itu mencakup membantu pencarian literatur, mengelola data penelitian, dan menawarkan panduan tentang proses publikasi ilmiah.
Kedua, conducting research. Seperti juga para dosen dan peneliti, sebenarnya pustakawan dapat melakukan penelitian mereka sendiri (Sorensen & DeLong, 2016; Duffield et al, 2018; Mizrachi, 2018). Di berbagai kampus terkenal di negara-negara maju, para pustakawan biasanya berpartisipasi aktif dalam proyek-proyek penelitian di bidang keilmuan mereka, yakni library and information sciences. Para pustakawan yang memilih peran itu biasanya akan berkontribusi dalam publikasi ilmiah dan acap kali terlibat dalam kegiatan seminar ilmiah atau konferensi untuk mendiseminasikan hasil penelitian mereka.
Ketiga, data management and curation. Pustakawan terlibat dalam manajemen data dan kurasi (Ashiq & Warraich, 2023; Amanullah & Abrizah, 2023). Termasuk di sini, yang dikembangkan pustakawan ialah terlibat dalam pengorganisasian, pelestarian, dan penyediaan akses ke data penelitian. Tim peneliti di berbagai kampus sering kali mengandalkan dan bahkan bergantung pada sumbangan dan pasokan data dari pustakawan.
Keempat, training and education. Pustakawan memainkan peran penting dalam mendidik/memberi pelatihan kepada komunitas akademis tentang literasi informasi, metode pencarian informasi, dan penggunaan alat digital penunjang penelitian dan publikasi ilmiah (Sewell & Kingsley, 2017).
Dalam aktivitas sehari-hari, pustakawan tipe itu sering menyelenggarakan lokakarya, sesi pelatihan, dan konsultasi untuk meningkatkan keterampilan yang menunjang penelitian dan publikasi ilmiah bagi dosen, mahasiswa, dan peneliti.
Kelima, collaboration and partnership. Pustakawan bekerja sama dengan fakultas dan peneliti untuk terlibat berkolaborasi dalam proyek interdisipliner (Hart, 2018). Di sini pustakawan biasanya akan banyak terlibat dalam siklus penelitian dengan peneliti/dosen. Pustakawan dapat mengisi keterlibatan pada salah satu atau lebih tahapan penelitian.
Untuk memastikan peran mana yang akan diambil dan bagaimana sivitas akademika menghargai kontribusi pustakawan, selain perlu meningkatkan branding, promosi dan bargaining position berkaitan dengan kapasitas di bidang research, para pustakawan ada baiknya juga terus mengasah kemampuan dalam melakukan penelitian dan kemudian mendiseminasikannya. Pustakawan tidak mungkin hanya berdiam diri dan menuntut peran mereka dihargai, sementara pada saat yang sama tidak ada produk berkualitas yang dihasilkan mereka di bidang pengelolaan informasi.
HARAPAN
Memasuki era digital, diakui atau tidak, tantangan yang dihadapi para pustakawan menjadi makin rumit dan kompetitif. Saat ini para pustakawan dihadapkan pada kehadiran artificial intelligence (AI). Di atas kertas memang teknologi AI memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi aktivitas penelitian, dengan salah satunya ialah akurasi pencarian informasi. AI mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tanpa peneliti bersusah payah mencari rujukan sumber informasinya secara manual di perpustakaan.
Meskipun di Indonesia penggunaan teknologi AI masih belum berkembang masif, yang perlu dipastikan ialah bagaimana agar kehadiran AI nanti tidak memengaruhi, apalagi menggantikan, eksistensi pustakawan, terutama peran mereka dalam penelitian sebagai research librarian.
Memang di satu sisi AI berpotensi secara signifikan mengotomatisasi tugas-tugas rutin dan memersonalisasi layanan pengguna, tetapi di sisi lain yang perlu didorong perkembangannya ke depan ialah bagaimana kerja pustakawan tidak tergantikan oleh AI.
Kunci untuk memastikan penggunaan AI bagaimana pun tetap ada pada manusianya. Hal itu disebabkan keakuratan kerja AI masih ditentukan salah satunya oleh kerja machine learning. Pengalaman selama ini, kebutuhan informasi atau data yang dibutuhkan peneliti sebagian memang dapat dipenuhi AI. Dengan bertanya di Chat-GPT, misalnya, peneliti akan dapat memperoleh masukan informasi yang dibutuhkan.
Namun, harus diakui bahwa informasi yang disajikan AI umumnya hanya menyentuh penjelasan ringkas, dengan dukungan rujukan yang terbatas dan bahkan tak jarang pula kurang akurat.
Kedalaman informasi yang dibutuhan peneliti, sering kali tidak bisa dipenuhi AI. Dalam konteks itu, niscaya dibutuhkan bantuan pustakawan untuk memastikan kedalaman dan keakuratan informasi melalui metode pencarian informasi.
Kolaborasi antara peneliti dan pustakawan sebagai research librarian bagaimanapun tetap perlu dikembangkan, terutama untuk memastikan agar akurasi data dan hasil penelitian benar-benar dapat dijamin kualitasnya.
Ia mengakui, saat ini belum banyak perpustakaan atau taman baca anak yang memiliki pustakawan yang sesuai dengan prinsip ramah anak atau hak-hak anak.
Sekarang, berkat keseriusan Wali Kota Bogor dalam membangun Perpustakaan Daerah Kota Bogor, pengunjung yang datang pada siang hari sudah bisa mencapai 300 pengunjung.
Syarif mengatakan kebutuhan ini harus dipenuhi untuk mengoptimalkan fungsi perpustakaan dalam meningkatkan literasi masyarakat.
Hingga Februari 2023, baru 5,6% dari 164.610 perpustakaan di Indonesia yang mengantongi akreditasi dari Perpusnas dan dianggap memenuhi standar nasional perpustakaan (SNP).
Indeks Pembangunan Literasi pada tahun 2022 sebesar 64,48 dari skala 100. Skor ini menunjukan tingkat literasi masyarakat Indonesia masih belum sesuai harapan.
Saat ini, ketersediaan pustakawan di Indonesia hanya bisa meng-cover kebutuhan sebanyak 7,51%, sementara sebesar 92,49% belum dapat terpenuhi kebutuhan pengadaannya.
Berdoa, belajar, bekerja, berkarya, dan berbagi.
Demi terus meningkatkan kegemaran membaca, Perpusnas melakukan sejumlah upaya, di antaranya melakukan inovasi layanan berbasis TIK.
Aktivitas layanan perpustakaan secara langsung ditutup dan akan dibuka kembali pada 14 September dengan menerapkan protokol kesehatan covid-19.
Bale Buku Jakarta yang diresmikan akan menjadi sarana bagi masyarakat di wilayah setempat agar lebih mudah mendapatkan akses bacaan yang berkualitas.
Akses layanan perpustakaan kepada masyarakat tetap dapat berjalan melalui aplikasi iJakarta. Aplikasi iJakarta dapat diunduh melalui Playstore untuk pengguna Android.
Adanya taman baca di Menara Samawa diharapkan mampu difungsikan sebagai sarana belajar mengajar untuk meningkatkan budaya membaca anak-anak di lingkungan Menara Samawa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved