Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Perpusnas Luncurkan Sembilan Buku dengan Tema Kearifan Lokal

Media Indonesia
16/6/2025 19:29
Perpusnas Luncurkan Sembilan Buku dengan Tema Kearifan Lokal
Ilustrasi(Dok Perpusnas)

PERPUSTAKAAN Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) meluncurkan sebanyak sembilan buku yang mengusung tema Kearifan Lokal untuk Warisan Masa Depan.

Buku-buku tersebut merupakan hasil karya program Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN) 2024 yang berasal dari sembilan lokus di Indonesia. Sembilan buku tersebut adalah Cerita yang Menyatukan lokus Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Pesona Jawa Timur lokus Jawa Timur, Jejak Budaya Dayak: Warisan Leluhur Kalimantan Tengah lokus Kalimantan Tengah, Menjaga warisan, Merawat identitas: Kearifan Lokal dari Tanah Aceh lokus Aceh, Bung Karno dan Blitar lokus Blitar, Merekam Jejak Literasi Kutai Kartanegara lokus Kutai Kartanegara, Potret Kearifan Lokal Bengkulu: Merekam Budaya dan Adat Istiadat dalam Literasi lokus Bengkulu, Mengakar di Kuningan: Kepemimpinan Berbasis  Kearifan Lokal lokus Kuningan, Jejak Warisan di Tanah Banten lokus Banten.

Buku-buku ini merupakan hasil karya lintas latar belakang, mulai dari penulis lokal, pustakawan, hingga pelajar. Semua buku hasil karya ILPN 2024 tersedia secara digital dan dapat diakses di press.perpusnas.go.id.

Sekretaris Utama (Sestama) Perpusnas, Joko Santoso, menyatakan penulisan memiliki peran penting yang sangat kuat dengan aktivitas membaca. Kegiatan menulis tidak hanya merupakan ekspresi ide, tetapi alat untuk memperkaya dialog intelektual, mendorong pemikiran kritis, dan memperkuat pemahaman mendalam tentang berbagai isu.

“Penulis menjadi penggerak utama dalam menciptakan diskusi yang reflektif dan kritis, memperluas wawasan dan membangun budaya literasi," ungkapnya dalam Peluncuran Buku ILPN 2024 dan Peluncuran ILPN 2025 yang dirangkaikan dengan Seminar ‘Redefinisi Kepustakawanan Indonesia’, yang diselenggarakan secara hibrida, pada Senin (16/6/2025).

Tingkatkan Kualitas

Lebih lanjut, Sestama menjelaskan, ILPN hadir sebagai solusi strategis untuk meningkatkan jumlah dan kualitas penulis di Indonesia. Program ini menyediakan pelatihan menulis intensif, mentoring dari para penulis berpengalaman, serta fasilitas teknologi digital yang mendukung proses kreatif dan publikasi.

"Melalui pendekatan terintegrasi ini, kami berharap dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi penulis baru untuk berkembang, dan menciptakan ekosistem literasi yang berkelanjutan," jelasnya.

ILPN merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Sub Kelompok Penerbitan Perpusnas melalui Perpusnas Press. Pada tahun ini, ILPN mengusung tema ‘Menulis Demi Generasi Literat’. ILPN 2025 memiliki fokus terhadap ulasan dan dokumentasi upaya peningkatan literasi di empat lokus yaitu Kota Medan, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.

"Keempat lokus ini menjadi tempat pertama untuk pelaksanaan ILPN dengan tema baru ini. Saya berharap muncul penulis-penulis baru yang memberikan inspirasi di tengah masyarakat," terangnya.

Sementara itu, dalam seminar, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas, Edi Wiyono, menyampaikan konsep Trisula Pustakawan sebagai kekuatan utama profesi pustakawan masa kini, yakni penjaga pengetahuan, pencipta pengetahuan, dan penyebar pengetahuan.

"Saat ini pustakawan tidak cukup hanya mengelola koleksi. Kita harus hadir sebagai penyaring dan penyampai pengetahuan yang valid," ungkap inisiator ILPN ini.

Dia menekankan, untuk menjadi pustakawan yang transformatif, diperlukan kombinasi hard skill, soft skill, dan etika profesi. "Kita harus mampu menulis, berbicara, dan membedakan mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan," tambahnya.

Refleksi Makna

Hal senada diungkapkan Dosen Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Diponegoro, Lydia Christiani. Mengutip Blasius Sudarsono, dia menyebut seorang pustakawan harus memiliki kemampuan (hard skill) dan kemauan (soft skill) yang seimbang. Ketimpangan di antara keduanya sering kali menyebabkan hilangnya jiwa dalam praktik kepustakawanan yang diibaratkan seperti pustakawan zombi.

Lydia mengajak untuk merefleksikan makna dari istilah kepustakawanan yang selama ini cenderung dimaknai sebagai aktivitas teknis pustakawan. Padahal, imbuhnya, akhiran "-ship" dalam bahasa Inggris, seperti pada librarianship, mengandung dimensi kualitas, status, keterampilan, dan kebersamaan. Selama ini, hal tersebut luput dari perhatian praktisi.

“Pustakawan tidak hanya bekerja dengan katalog dan sistem digital. Mereka adalah fasilitator informasi dan penjaga nalar publik,” tegas Lydia.

Sementara itu, Dosen Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Rusdan Kamil, mengulas buku Cerita tentang Pustakawan dan Kepustakawanan (CPTK) karya Blasius Sudarsono. 

"Buku ini bisa menjadi bahan renungan bagi generasi muda, khususnya generasi Z yang sedang meniti awal karier di dunia perpustakaan," ujarnya.

Mengutip data BPS tahun 2023, generasi Z yakni mereka yang lahir antara 1997—2012, merupakan 27,94 persen dari populasi Indonesia. Namun, saat ini sekitar 9—10 juta dari mereka masih menganggur. Di tengah keterbatasan lapangan kerja pasca-pandemi dan tantangan transisi digital, banyak di antara mereka yang mempertanyakan masa depan profesinya.

“Banyak pustakawan muda bertanya: apakah profesi ini dapat menghidupi saya hingga tua? Apakah saya akan tetap di sini sepuluh tahun ke depan?” lanjutnya.

Dia menyebut, karya Blasius Sudarsono merupakan bacaan wajib bagi pustakawan muda yang ingin memahami makna profesinya secara lebih mendalam. “CPTK bukan hanya cerita. Ia adalah ajakan untuk merenung, bertanya, dan membangun komitmen pribadi terhadap profesi ini,” pungkasnya.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya