Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan, alih fungsi lahan sawah sudah kerap terjadi sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang membantah bahwa UU tersebut dihubungkan dengan peningkatan alih fungsi lahan terutama sawah, yang dikhawatirkan mengganggu stabilitas pangan nasional.
“Hal itu kurang pas, sebenarnya alih fungsi lahan sawah sudah banyak terjadi sebelum UU Ciptaker berlangsung,” kata Budi dalam keterangannya, Rabu (24/2).
Menurut data lahan sawah Kementerian ATR/BPN disebutkan, pada 2011 Indonesia memiliki 8,1 juta hektare lahan sawah, kemudian pada tahun 2013 sudah berubah menjadi 7,75 juta hektare. Berlanjut pada tahun 2018, menjadi 7,1 juta hektare.
Sehingga, terang Budi, dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan alih fungsi lahan sudah meningkat jauh sebelum adanya implementasi UU Ciptaker, dengan kisaran laju alih fungsi lahan sebesar 100.000 – 150.000 hektare per tahun.
Baca juga : PPATK Dorong Pemerintah dan DPR Bahas RUU Pemberantasan Aset
Lebih lanjut, dia mengatakan, pihaknya tidak setuju dengan kabar bahwa UU Ciptaker akan lebih memprioritaskan proyek untuk kepentingan umum dan proyek strategis nasional, yang membuat lahan persawahan akan tergerus.
"Kementerian ATR/BPN sendiri telah menyiapkan beberapa langkah strategis terkait pengendalian pemanfaatan ruang termasuk yang sawah, termasuk lahan sawah yang telah dialokasikan dalam rencana tata ruang sebagai lahan dilindungi atau lahan abadi," urai Budi.
Langkah strategis pengendalian pemanfaatan ruang tersebut yakni, kementerian itu akan menetapkan zonasi dan aturan khusus sesuai dengan lokasi lahan sawah yang telah ditentukan. Jika pada lokasi zonasi tersebut menjadi sasaran proyek strategis nasional, maka sekitarnya tidak boleh berubah.
"Kedua, jika akan terjadi perubahan, Kementerian ATR/BPN akan mengambil langkah penilaian terukur dan strategis, apakah proyek stategis nasional di lahan abadi tersebut akan memberi dampak pada nilai tambah ekonomi maupun sosial," ungkap Budi. (OL-2)
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menyambut baik sikap pemerintah yang responsif terhadap putusan MK soal UU Cipta Kerja
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved