Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
AKADEMISI dan peneliti Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang P Wiratraman, meragukan pembentukan Satuan Tugas Penuntasan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat yang dicanangkan Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia menilai standar dan mekanisme yang ada sudah lebih dari cukup.
“Terlebih disediakan dalam UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM hingga aturan teknis, seperti peraturan Jaksa Agung untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” kata Herlambang kepada Media Indonesia, kemarin.
Menurutnya, masalah dasar penuntasan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat ialah komitmen politik hukum kepresidenan yang lemah. Oleh sebab itu, pembentukan satgas hanya akan menambah kerumitan penegakan hukum.
“Satgas hanya menambah rute dan kerumitan penegakan hukum. Bisa ditebak akhirnya akan lebih memperkuat mata rantai impunitas,” ujarnya.
Senada dengan Herlambang, Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sigit Riyanto juga mengatakan penuntasan kasus pelanggaran HAM bisa terjadi jika pemerintah mempunyai komitmen politik yang kuat.
Sigit juga menitiberatkan pada integritas dan kapasitas anggota yang akan mengisi posisi pada Satgas Penuntasan Pelanggaran HAM Berat. Selain itu, ia pun mengatakan penuntasan kasus HAM bisa terwujud apabila ada ketulusan pemerintah untuk menyelesaikannya secara adil dan mendapat dukungan politik dari DPR.
Komnas HAM
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum untuk Semua (YLBHI) Asfinawati mengatakan Kejagung perlu melibatkan masyarakat dan Komnas HAM dalam rencana pembentukan
satgas tersebut.
“Memang belum akan diketahui hasilnya karena baru dibentuk, tetapi ada persyaratan yang bisa menentukan hasilnya, salah satunya pelibatan masyarakat dan juga Komnas
HAM,” ujar Asfi nawati.
Berdasarkan keterangan resmi yang dikeluarkan Kejagung, Satgas Penuntasan Pelanggaran HAM Berat akan berada pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus dan langsung bekerja
di bawah kendali Wakil Jaksa Agung RI. Lebih lanjut, satgas dibentuk untuk melakukan mitigasi permasalahan, penyelesaian, penuntasan, serta rekomendasi penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat dan HAM berat masa lalu.
Sampai saat ini, belum ada keterangan lebih lanjut mengenai mekanisme pembentukan dan rencana kerja satgas tersebut. Media Indonesia sudah mencoba menghubungi Wakil Jaksa Agung RI Setia Untung Arimuladi dan Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Namun, belum ada jawaban lebih lanjut.
“Nanti kami infokan, yah. Mohon maklum,” kata Leonard melalui pesan singkat.
Sebelumnya, rencana pembentukan Satgas Penuntasan Pelanggaran HAM Berat dilontarkan Kejagung saat penutupan Rapat Kerja Nasional Kejagung 2020 sebagai respons atas arahan Presiden Joko Widodo saat memberikan saat pembukaan rakernas tersebut.
Saat itu Jokowi berpendapat Korps Adhayksa ialah aktor kunci yang memiliki peran strategis menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Dalam pembelaannya, Direktur
HAM Berat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Yuspar, menyebut ada 13 berkas perkara yang diselidiki Komnas HAM belum memenuhi syarat formal dan materiel.
Namun, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan pernyataan Yuspar hanyalah jawaban normatif.
Menurutnya, syarat formal dan materiel semestinya menjadi tugas Jaksa Agung. Jaksa Agung, kata Taufan, bisa saja membentuk tim penyidik yang melibatkan pihaknya.
Kendati demikian, Taufan mengapresiasi rencana pembentukan Satgas Penuntasan Pelanggaran HAM Berat Kejagung. (P-5)
Sejarah mestinya ditulis oleh para ilmuwan, bukan oleh pemerintah, agar tidak mudah dimanipulasi sesuai kepentingan kekuasaan.
KETUA Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan pihaknya akan mengecek langsung aktivitas tambang nikel Raja Ampat yang dilakukan PT Gag Nikel di Pulau Gag, Papua Barat Daya.
Greta Thunberg kembali ke Swedia setelah dideportasi dari Israel karena ikut misi kemanusiaan ke Gaza. Ia mengecam Israel atas dugaan kejahatan perang dan genosida.
AMNESTY International merilis laporan tahunan 2024 yang mengungkapkan bahwa praktik otoritarian semakin menjangkiti negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) telah mengeluarkan rekomendasi mengenai dugaan eksploitasi pemain sirkus di Oriental Circus Indonesia (OCI) yang pernah diterbitkan pada 1 April 1997
DIREKTUR Eksekutif Amnesty International Indonesia, menanggapi dugaan praktik eksploitasi dan penyiksaan yang dialami sejumlah eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved