Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PEMERINTAH terus melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dan berupaya menyerap aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk menyusun aturan turunannya, dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (perpres).
Di Kota Maratam, Nusa Tenggara Barat (NTB), Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo mengungkapkan upaya yang dilakukan tersebut agar RPP (rancangan PP) dan RPerpres (Rancangan Perpres) mampu mengakomodir seluruh aspirasi dari semua pihak terkait.
Sebagaimana diketahui, saat ini tengah disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang merupakan turunan UU Ciptaker yang telah disahkan beberapa waktu lalu.
Pada pertemuan yang diselenggarakan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian tersebut dilakukan melalui dua sesi.
Pertemuan pertama membahas penyusunan RPP dan RPerpres terkait sektor pertanahan, tata ruang, Proyek Strategis Nasional (PSN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan informasi geospasial. Pada sesi lainnya, membahas aturan turunan terkait sektor pertanian, kelautan, dan perikanan
Ia mengungkapkan pada sektor pertanahan, tata ruang, PSN, KEK, dan informasi geospasial sedang dibahas sembilan RPP. Yakni, RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang, RPP Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, RPP Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Selain itu, RPP Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, RPP Bank Tanah, RPP Kemudahan PSN, RPP KEK, RPP Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Tata Ruang dengan Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah, dan terakhir RPP Informasi Geospasial.
Melalui UU Ciptaker, menurut dia, pemerintah akan melakukan penyederhanaan aturan pelaksana. Contohnya terkait produk Rencana Tata Ruang (RTR) yang hanya dimiliki dan disimpan oleh pemerintah, yang sebagian besar berbentuk hard copy. Hal itu membuat berbagai hal terkait tata ruang terkesan menghambat investasi.
Sedangkan, masyarakat dan investor yang ingin mengakses informasi RTR harus datang langsung ke kantor pemerintah dan menempuh proses administrasi yang rumit dan lama. Hal ini mengakibatkan proses penerbitan izin berusaha menjadi rumit dan tidak transparan, banyak gugatan dari masyarakat akibat RTR dan pemanfaatan ruang yang tumpang tindih.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo menjelaskan, produk RTR telah dipublikasi pemerintah melalui berbagai platform. Sehingga masyarakat dan pihak terkait dapat memanfaatkan informasi RTR secara online. Platform produk RTR juga terkoneksi dengan portal pelayanan perizinan (Online Single Submission/OSS).
“Untuk itu, proses perizinan berusaha dan non-usaha menjadi lebih cepat dan transparan, berdasarkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Perizinan berusaha yang telah diterbitkan menjadi pertimbangan dalam peningkatan kualitas RTR,” ujarnya.
Kemudian, pada RPP terkait Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Ia menyebutkan, pertama, ada beberapa muatan baru, diantaranya pengadaan tanah dalam kawasan hutan melalui mekanisme perubahan peruntukan atau pelepasan kawasan hutan, Kementerian ATR/BPN membantu instansi yang memerlukan tanah dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT), nilai ganti kerugian bersifat final dan mengikat. Kemudian, ada pengaturan proses pengadaan tanah dalam kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf, dan tanah aset, dan pengadilan negeri wajib menerima penitipan ganti kerugian dalam 14 hari.
Ia juga menyebutkan RPP Bank Tanah diperlukan karena terus melonjaknya harga tanah yang berimbas pada berbagai sektor. Antara lain, terkait penyediaan pemukiman bagi masyarakat, konversi lahan, dan sebagainya. Sehingga, pemerintah perlu mengatur kembali penguasaan dan pengendalian tanah untuk kepentingan pembangunan dan masyarakat.
“Bank tanah memberikan jaminan dalam mendukung ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan nasional yang bersifat strategis, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria,” tutur Wahyu.
Kewenangan bank tanah adalah melakukan penyusunan rencana induk (masterplan), membantu memberikan kemudahan perizinan berusaha atau persetujuan, melakukan pengadaan tanah, dan menentukan tarif pelayanan.
Pertanian dan kelautan
Pada sesi membahas sektor pertanian, kelautan, dan perikanan, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, UU Cipta Kerja hadir mengubah konsepsi perizinan berusaha dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko (risk based).
Dengan demikian bagi pelaku usaha dengan risiko rendah cukup dengan mendaftarkan Nomor Induk Berusaha (NIB), sedangkan pelaku usaha risiko menengah dengan Sertifikat Standar, dan usaha risiko tinggi dengan izin.
Ia juga menyebutkan penyederhanaan dan kemudahan di sektor pertanian yang telah diakomodir dalam UU Ciptaker dan tertuang dalam RPP, antara lain: kemudahan perizinan berusaha pada budidaya pertanian skala tertentu; penyederhanaan dalam pertimbangan penetapan batasan luas lahan untuk usaha perkebunan; penyederhanaan administrasi untuk Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman; pengaturan pola Kemitraan Hortikultura untuk kemudahan berusaha; penetapan Kawasan Lahan Pengembalaan Umum dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan lainnya.
Sedangkan, penyederhanaan dan kemudahan di sektor kelautan dan perikanan yang telah diakomodir dalam UU Ciptaker dan tertuang dalam RPP, antara lain: jenis perizinan untuk kapal penangkapan ikan yang semula 16 jenis disederhanakan menjadi hanya 3 jenis izin; proses perizinan sesuai ketentuan lama yang membutuhkan waktu sekitar 14 hari telah dipersingkat hingga dapat diselesaikan hanya dalam 60 menit; relaksasi penggunaan alat tangkap ikan pukat dan cantrang untuk wilayah perairan tertentu; penyederhanaan izin untuk tambak udang dari semula 24 jenis perizinan menjadi 1 perizinan.
Kemudian, proses Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) dipersingkat waktunya dari semula 7 hari menjadi 2 hari dan dilakukan secara online; pengalihan kewenangan pembinaan pelaku usaha pemasaran/perdagangan komoditas perikanan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP); proses sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang semula 56 hari dipersingkat menjadi 10 hari dan dilakukan secara online; pemberian kemudahan sertifikasi bagi pelaku usaha yang akan melakukan ekspor komoditas perikanan; dan penerbitan rekomendasi impor komoditas perikanan diintegrasikan dalam sistem Online Single Submission (OSS).
“Semoga acara kali ini menghasilkan masukan konstruktif dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja pada sektor pertanian serta sektor kelautan dan perikanan,” katanya.
Ia mengungkapkan saat ini pemerintah sedang memproses penyelesaian 44 peraturan pelaksanaan dari UU Ciptaker, yang terdiri atas 40 RPP dan 4 RPerpres. “Seluruh draft RPP dan RPerpres akan dapat diunduh dan diberikan masukan oleh masyarakat melalui portal resmi UU Cipta Kerja di uu-ciptakerja.go.id,” tukasnya. (YR/S1-25)
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menyambut baik sikap pemerintah yang responsif terhadap putusan MK soal UU Cipta Kerja
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved