Saksi Curhat Sering Kalah di Pengadilan Lawan Penyuap Nurhadi

Tri Subarkah
20/11/2020 18:46
Saksi Curhat Sering Kalah di Pengadilan Lawan Penyuap Nurhadi
.(Antara)

JAKSA Penuntut Umum KPK menghadirkan mantan rekan bisnis Hiendra Soenjoto bernama Azhar Umar dalam sidang dugaan suap mantan Sekretaris Mahkaham Agung dan menantunya, Rezky Herbiyanto. Dalam perkara ini, Hiendra diduga memberikan suap kepada Nurhadi melalui Rezky.

Azhar mengaku telah mengenal Hiendra sejak 2002 setelah dikenalkan oleh ayahnya. Saat itu, ia mengetahui bahwa Hiendra memiliki usaha di bidang kontainer, dan ayahnya telah mempunyai depo kontainer.

"Kemudian kami gabung menjadi PT MIT (Multicon Indrajaya Terminal), di mana susunan pengurus komisaris nama ayah saya, dirutnya Hiendra, dan direktur saya , dan ada satu direktur lainnya," kata Azhar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (20/11).

Perusahaan tersebut menurut Azhar berkembang sampai membentuk suatu holding, dengan komposisi saham mayoritas dikuasi oleh keluarga Umar. Namun, Azhar menyebut bahwa Hiendra tidak menjalankan pekerjaannya sebagai Direktur Utama dengan baik.

"Apa yang dilakukan oleh Hiendra selaku Dirut PT MIT itu tidak sesuai dengan apa yang harus dilakukan, dengan tanggung jawabnya. Di mana banyak proyek yang mangkrak. Kita sudah mengeluarkan dana, kemudian akibatnya adalah vendor dan segala macem kewajiban menjadi tidak terpenuhi," papar Azhar.

Atas dasar itu, Azhar menjelaskan pada 12 Juni 2014, pemegang saham mayoritas PT MIT, yakni keluarga Umar, menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Hasilnya, Hiendra diberhentikan dari posisinya. Sementara jabatan Komisaris Utama diisi kakak Azhar bernama Aswar.

Azhar mengatakan bahwa Hiendra tidak terima dengan hasil RUPSLB tersebut. Pada 18 Juni 2014 Azhar mengaku mendapat telepon dari pihak bank terkait perubahan spesimen tanda tangan PT MIT menjadi tunggal atas Nama Hiendra.

"Tanggal 24 Juni, saya dapat e-mail dari Hiendra, apa yang disampaikan Aswar adalah tidak sah dan melawan hukum karena Akta Nomor 31 tanggal 14 Juni 2014," ujar Azhar.

Ia lantas mengajukan gugatan perdata atas akta tersebut. Setidaknya, Azhar melakukan gugatan selama tiga kali. Sementara itu, ia juga mengaku bahwa mendapat gugatan balik dari Hiendra. Namun, Azhar mengaku lebih banyak kalah di pengadilan. Akibatnya, ia sudah tidak memiliki saham di PT MIT.

Azhar juga mengungkap bahwa Hiendra melakukan kriminalisasi terhadapnya. Hal itu terkait dengan pengaduan ke pihak bank pada 18 Juni 2014 atas perubahan spesimen tanda tangan PT MIT menjadi tunggal atas Nama Hiendra.

"Itu dijadikan Hiendra sebagai pengaduan ke kepolisian, pengaduan UU ITE. Saya diadukan ke kepolisian, dan itu bergulir cukup sangat lama," terang Azhar.

JPU sempat bertanya kepada Azhar terkait kemungkinan pihak yang mem-back-up Hiendra. Namun, ia mengaku tidak mengetahuinya. "Karena kita benar-benar pada saat itu mencari jalan keluar bagaimana caranya kita keluar dari kezaliman yang dibuat Hiendra," tandasnya.

Nama Azhar disebut sebelumnya dalam surat dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU KPK. Menurut JPU, Hiendra menghubungi Nurhadi melalui Rezky untuk mengupayakan pengurusan perkara atas gugatan Azhar. Atas upaya Nurhadi dan Rezky, gugatan Azhar ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Azhar lantas mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, Pengadilan Tinggi juga kembali menolak gugatan dan menguatkan putusan PN Jakarta Pusat.

Tak puas, Azhar melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Hiendra meminta kakaknya, Hengky Soenjoto, untuk menanyakan dan mendesak Nurhadi dan Rezky terkait pengurusan gugatan Azhar agar dimenangkan Hiendra. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya