Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

KPK Diharap Bisa Temukan Aktor Lain

Tri Subarkah
13/11/2020 03:00
KPK Diharap Bisa Temukan Aktor Lain
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) yang juga terdakwa berbincang dengan kuasa hukumnya.(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) berharap supervisi yang dilakukan KPK terhadap Kejaksaan Agung maupun Polri dapat mengungkap aktor lain di kasus yang melibatkan Joko Tjandra.

Dalam hal ini, Kejagung menangani dugaan kasus gratifikasi terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Sementara itu, Bareskrim menangani dugaan gratifikasi terkait penghapusan red notice dan surat jalan palsu.

“Hal ini penting dilakukan KPK, untuk menyelidiki kemungkinan adanya aktor lain yang juga terlibat dalam pelarian Joko S Tjandra,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Terhadap kasus yang ditangani Kejagung, misalnya, Kurnia mengatakan, melalui supervisi KPK harus menelisik lebih jauh hal yang mendasari terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut percaya dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Padahal, Pinangki dinilai tak memiliki jabatan khusus di Kejagung.

“Apakah mungkin ada petinggi institusi tertentu yang menjamin bahwa ia dapat membantu Joko S Tjandra?”

Terkait hal ini, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyatakan pihaknya sudah meminta salinan berkas perkara kasus Joko Soegiarto Tjandra ke Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri untuk melakukan telaah dalal rangka supervisi. Namun, KPK belum mendapatkannya.

Tim supervisi dua kali meminta dikirimkan salinan berkas dari perkara tersebut baik dari Bareskrim maupun Kejagung, tetapi hingga saat ini kami belum memperoleh dokumen yang diminta,” kata Nawawi.

Nawawi mengatakan KPK sudah mengirim surat pada 22 September dan 8 Oktober lalu untuk meminta berkas perkara tersebut.

Nawawi menyampaikan KPK bukan tanpa alasan meminta salinan berkas perkara Joko Tjandra itu. Pasalnya, ujar Nawawi, perkara itu sudah ditetapkan agar KPK melakukan supervisi. Gelar perkara bersama pun sebelumnya sudah dilakukan.

Ia menegaskan KPK berwenang melakukan supervisi sebagaimana yang diatur Perpres Nomor 102 Tahun 2020 mengenai supervisi kasus korupsi. ”Dapat dipertimbangkan kemungkinan KPK melakukan penyelidikan baru terhadap klaster-klaster yang belum tersentuh,” ucapnya.


Abaikan

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktaryal menilai pengabaian permintaan KPK yang dilakukan Kejaksaan Agung sebagai bentuk pembangkangan.

“Jika benar KPK telah berkirim surat secara layak dan tidak direspons, sikap Kejaksaan yang tidak mau menyerahkan kasus Joko Tjandra ke KPK tersebut ialah bentuk pembangkangan terhadap UU KPK dan Perpres No. 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Agil.

“Yang mana menurut Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 9 Perpres tersebut, KPK bisa melakukan supervisi atau mengambil alih perkara yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan,” sambungnya.

Selain itu, Agil menilai sikap tersebut menunjukan bahwa Kejagung enggan menyerahkan kasus Joko Tjandra ke KPK. “Akan tetapi perkara ini menurut saya sudah pantas diserahkan ke KPK,” ujar Agil.

Setidaknya, ia memaparkan dua alasan mengenai penyerahan penanganan perkara yang berkaitan dengan Joko Tjandra ke KPK. Pertama, perkara tersebut telah menarik perhatian publik. Kedua, perkara tersebut diduga melibatkan oknum dan petinggi Kejaksaan. Oleh sebab itu, jika tetap diselesaikan Korps Adhyaksa, akan menimbulkan konfl ik kepentingan. (Dhk/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya