Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KELOMPOK masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengajukan uji formil dan materiil atas berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Undang-undang yang disahkan 1 September 2020 itu digugat ke MK.
"Koalisi Selamatkan MK menggugat proses pembentukan UU MK yang dibangun dengan fondasi yang cacat formil, antidemokrasi, dan menabrak nilai-nilai negara hukum," kata peneliti KoDe Inisiatif Violla Reininda sekaligus pemohon gugatan dalam keterangan tertulis, Rabu (4/11).
Menurut Violla, alasan gugatan dilayangkan karena revisi undang-undang MK tidak mempertimbangkan aspirasi serta kritik publik. Selain itu, pembahasan undang-undang itu hanya membutuhkan waktu tiga hari.
Baca juga: UU Cipta Kerja Siap Implementasi
Koalisi Selamatkan MK menilai terdapat enam permasalahan formil dari undang-undang tersebut. Pertama proses pembahasan dilakukan secara tertutup, tidak melibatkan publik, tergesa-gesa, dan tidak memperlihatkan sense of crisis pandemi covid-19.
Kedua, pembentuk undang-undang melakukan penyelundupan hukum dengan dalih menindaklanjuti putusan MK.
Ketiga, rancangan undang-undang MK tidak memenuhi syarat carry over atau ketergesaan.
"Karena tidak ada kesinambungan dan keberlanjutan dengan draf pada periode sebelumnya, terlihat dari draf dan pengusul rancangan undang-undang yang berbeda," ucap Violla.
Keempat, pembentuk undang-undang dinilai melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Mulai dari kejelasan tujuan, daya guna, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.
Kelima, naskah akademik rancangan undang-undang MK dinilai hanya formalitas belaka. Karena naskah dengan jumlah 23 halaman tersebut tidak menjabarkan secara komprehensif analisis mengenai perubahan ketentuan dalam rancangan undang-undang MK.
"Permasalahan formil terakhir adalah rancangan undang-undang MK berdasar hukum undang-undang yang invalid," ucap Violla.
Sedikitnya terdapat lima hal yang bertautan terkait uji materiil. Pertama limitasi latar belakang calon hakim konstitusi usulan Mahkamah Agung dan kedudukan calon hakim konstitusi sebagai representasi internal lembaga pengusul.
Menurut Violla, pendaftaran dan pencalonan hakim konstitusi harus terbuka seluas-luasnya untuk semua negarawan. Tidak terbatas pada latar belakang profesi hukumnya.
Kedua, soal penafsiran konstitusional sistem rekrutmen hakim konstitusi. Pemohon meminta MK menafsirkan sistem rekrutmen hakim konstitusi untuk berlaku secara seragam serta dengan standar yang sama pada setiap lembaga pengusul.
Ketiga, terkait penafsiran konstitusional usia minimal menjadi hakim konstitusi dan masa bakti hakim konstitusi. Usia minimal hakim konstitusi dinilai harus dikembalikan ke usia yang lebih muda yakni 47 tahun agar terdapat regenerasi hakim konstitusi.
Keempat, menyangkut ketentuan menindaklanjuti putusan MK oleh pembentuk undang-undang. Terakhir soal perpanjangan masa jabatan berlaku untuk hakim petahana.
"Perpanjangan masa jabatan wajib berlaku untuk hakim konstitusi yang menjabat pada periode selanjutnya untuk menghindari conflict of interest ataupun menghindari upaya penundukkan MK," kata Violla.
Gugatan revisi Undang-Undang MK diajukan sejumlah kelompok masyarakat sipil, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, LBH Jakarta, KontraS, dan lainnya. (OL-1)
Jika regulasi ini terus ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.
"MK sekadar menegaskan bahwa meski DPR dan pemerintah memiliki kewenangan membentuk undang-undang, tapi prosedurnya tidak bisa mengabaikan keterlibatan rakyat,"
KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pihaknya siap membahas kembali terkait batas wilayah di seluruh Indonesia bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Zakat adalah kewajiban privat yang pengelolaannya membutuhkan regulasi publik.
Pemohon juga menyoroti tren legislasi yang semakin mengabaikan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Tersangka maupun terdakwa kasus korupsi tetap akan diproses hukum meski mengembalikan hasil korupsinya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved