Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

DPR Tidak Ragukan Independensi Hakim MK soal RUU Ciptaker

Putra Ananda
14/10/2020 23:24
DPR Tidak Ragukan Independensi Hakim MK soal RUU Ciptaker
Ilustrasi(Antara)

INDEPENDESI Mahkamah Konstitusi (MK) diyakini tetap terjaga dalam menangani permohonan uji materil Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). 

Sejauh ini, sudah ada dua permohonan uji materiel UU Ciptaker yang masuk ke MK. Permohonan tersebut diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa serta dari seorang pekerja kontrak bernama Dewa Putu Reza. 

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan menuturkan bahwa setiap pihak wajib menghormati proses uji materiel di MK. Gugatan uji materil merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia.

"Langkah hukum seperti ini merupakan langkah yang benar. Ini lebih baik dari pada demonstrasi yang anarkis ya," tegas Trimedya di Jakarta, Rabu (14/10)

Menurut Trimedya, ke sembilan hakim MK terdiri dari berbagai unsur. Mulai dari DPR, pemerintah, hingga Mahkamah Agung (MA). 

Oleh karenanya sulit bagi MK untuk tidak mengeluarkan putusan yang tidak objektif. Para hakim tentu akan memiliki pandangannya masing-masing.

"Pasti MK objektif. Walaupun mereka itu tiga dari unsur DPR, tiga dari unsur pemerintah, dan tiga dari unsur Mahkamah Agung pasti mereka punya independensi. Kita harus percaya pada hakim-hakim konstitusi. Saya yakin mereka memahami yang terbaik buat negara ini," ujarnya.

Sementara itu, dihubungi terpisah Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menjelaskan sesuai dengan konstitusi, MK memiliki kewenangan untuk melakukan uji materil maupun formil sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh penggugat. Proses pembentukan dan pengesahan sebuah UU di DPR juga dapat menjadi pertimbangan MK dalam melakukan uji materiel.

“Pengujian konstitusionalitas UU di MK, dapat menyangkut 2 objek perkara, yaitu materi pasal/ayat UU dan hal lain di luar materi seperti proses pembentukan dan pengesahannya di DPR,” katanya.

Menurut Jimly, jika tidak sesuai dengan UUD 45, materi atau pasal dalam UU yang digugat dapat dibatalkan oleh MK. Bahkan pembatalan bisa berlaku seluruhnya jika proses pembentukan dan pengesahannya di DPR bermasalah.

“Kalo yang bertentangan materinya, maka materi terkait itu saja yang dibatalkan. Tapi kalo prosesnya, seluruh UU bisa dibatalkan,” katanya.

Menurut Jimly, peluang MK membatalkan UU Ciptaker cukup besar apabila naskah final RUU Ciptaker terbukti tidak dibagikan karena belum tersedia saat proses pengesahan dalam sidang paripurna.

"Kalo para anggota DPR bisa buktikan bahwa mereka belum dibagi naskah final, sangat mngkin dinilai bahwa penetapan UU tersebut tidak sah dan bisa dibatalkan MK,” jelas mantan Ketua MK itu. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya