Berpotensi Lemahkan Hakim, UU MK Digugat

Che/P-1
08/9/2020 04:09
Berpotensi Lemahkan Hakim, UU MK Digugat
Ilustrasi -- Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman(MI/M IRFAN)

SEJUMLAH akademisi dan aktivis masyarakat sipil berencana menggugat hasil revisi UU Mahkamah Konstitusi yang belum lama ini disahkan. Selain pembahasannya dilakukan secara tertutup, tergesa-gesa, dan tak melibatkan publik, revisi UU dinilai sebagai barter politik antara elite di DPR dan MK. “Proses pembentukan dan materi muatan yang tercantum dalam revisi UU MK semakin melegitimasi kebobrokan pembentukan legislasi yang tidak sesuai UUD 1945,” kata peneliti Kode Inisiatif, Violla Reininda, dalam diskusi daring, kemarin.

Menurutnya, tujuan pembatalan revisi UU MK ini untuk melepaskan MK dari pusaran konflik kepentingan politik. Selain itu, tambah Violla, untuk menjaga independensi hakim dalam memutus perkara. “Jika tidak terselesaikan, akan berdampak ke kewenangan MK di kemudian hari. Padahal tujuan MK dibentuk yaitu untuk mengimbangi dan mengoreksi kebijakan legislasi yang sudah dihasilkan kekuasaan eksekutif dan legislatif.’’

Ketika kekuasaan MK sudah dipegang oleh legislatif dan eksekutif, pihaknya khawatir terjadi pembatasan kekuasaan dalam bernegara. Padahal warga negara mempunyai hak konstitusional untuk menggugat kebijakan yang ditetapkan oleh pembuat UU.

Mantan hakim MK Maruarar Siahaan menduga sejumlah poin yang ada dalam revisi UU MK merupakan barter politik bagi hakim MK yang kini menjabat. Terutama, soal perpanjangan masa jabatan hakim MK menjadi maksimal usia 70 tahun atau 15 tahun kerja sejak pertama kali diangkat.

“Ada suatu yang bukan tuduhan lagi. Jabatan 15 tahun dikasih ke generasi (hakim MK) yang sekarang, maka itu adalah suatu barter politik. Seharusnya itu untuk generasi mendatang, bukan sekarang,” jelasnya.

Maruarar mengatakan perpanjangan masa jabatan tersebut berpotensi mengganggu independensi hakim MK dalam memutus gugatan terhadap suatu UU yang dibuat DPR dan pemerintah. Ia mengakui senang dengan perpanjangan masa jabatan tersebut apabila masih menjadi hakim MK. Karena itu, ia menduga perubahan masa jabatan merupakan hadiah bagi hakim yang kini menjabat.

“Tentu dalam keadaan pandemi covid-19 sekarang tidak ada pendapatan, entah bagaimana menutupi dapur, di sana (MK) terjamin 15 tahun dengan gaji tinggi, harus senang, alhamdulillah.’’

Maruarar meyakini apabila masa jabatan hakim MK diperpanjang, seharusnya penegakan kode etik juga diperkuat. Dengan demikian, jika terbukti melanggar kode etik, hakim MK harus diberhentikan. Sayangnya, poin tersebut tak termuat dalam revisi UU MK. (Che/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya