Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

15 Tahun Pilkada, Tujuan Perbaikan Sistem Tidak Tercapai

Cahya Mulyana
05/9/2020 16:35
15 Tahun Pilkada, Tujuan Perbaikan Sistem Tidak Tercapai
Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro(ADAM DWI / MI)

PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) langsung telah berusia 15 tahun, mulai 2005. Namun dampaknya belum terlihat secara signifikan bahkan persoalan klasik masih banyak terjadi seperti politik uang.

"Saya tim perumus pilkada langsung, saat itu memiliki asumsi sistem ini bisa berjalan baik dengan semua perangkat menjalankan fungsinya dengan baik, terlahir merit sistem, birokrasi membaik dan lainnya. Namun asumsi itu meleset," kata Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam webinar bertajuk Pilkada dan Konsolidasi Demokrasi Lokal yang diselenggarakan oleh MMD Initiative, Sabtu (5/9).

Pada kesempatan itu hadir Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz, dan Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Peeludem) Khoirunnisa.

Siti mengatakan selama 15 tahun usia pilkada langsung belum mampu menjawab persoalan dan aspirasi masyarakat. Pasalnya pilkada dimaknai sebagai ajang perebutan kekuasaan, bukan pengabdian.

"15 tahun pilkada tidak membuat kita lega terkhusus masih maraknya pasangan yang menghalalkan segala cara, dengan tujuan pokoe menang," jelasnya.

Masyarakat dan pemerintah, kata dia, tidak boleh patah arang di pilkada kali ini dalam mengupayakan perbaikan mutu, demokrasi konsolidasi dan substantif. Maka seluruh stakeholder terkait tidak boleh membuat persoalan tambahan dan mengelola pilkada dengan baik.

"Parpol juga mesti menjaga integritas dan taat hukum. Jangan ada lagi eksploitasi masyarakat miskin dengan money politik. Institusi penegak hukum harus profesional dan tidak partisan," paaparnya.

Sayangnya, tahapan awal pilkada saja masih muncul banyak pelanggaran seperti mahar politik untuk pencalonan. Kasusnya seperti terjadi di Jember.

"Itu diutarakan calon independen di Jember, masih menyadarkan kita bahwa modus itu masih terjadi. Jangan-jangan penyimpangan sama juga masih akan terus bertambah. Maka kita pesankan partai politik supaya tidak menghalalkan segala cara," terangnya.

Kalau pilkada di tengah pandemi masih banyak menyimpan masalah klasik seperti itu, Siti meminta pemerintah mengevaluasi total. "Perlu reevaluasi dengan memutuskan pilkada proporsional. Sebab pilkada langsung tidak membawa tujuan utamanya yakni dapat membangun daerah," pungkasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya