DPR diminta segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). RUU tersebut sudah 16 tahun mangkrak.
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kokok Dirgantoro menjelaskan permasalahan PRT kerap dikesampingkan dari pembahasan politik. Padahal dampaknya sangat besar bagi pekerja yang skala ekonomi berada di piramida bawah.
"PRT bekerja namun tidak mendapat hak sebagai pekerja. Jam kerja tidak jelas, sering tidak ada libur, eksploitasi fisik, kekerasan, pelecehan, hingga upah tidak terbayar," ujar Koko dalam keterangan tertulis, Rabu (26/8).
Baca juga: Panja DPR RI Serahkan Rekomendasi Pemulihan Pariwisata Nasional
Rendahnya pendapatan PRT menjadi kendala mengakses jaminan sosial untuk layanan kesehatan dan pendidikan anak. Pasalnya, PRT tidak terdaftar dan teradministrasi sebagai pekerja.
"Survei Jala (Jaringan Advokasi Pekerja) PRT pada akhir 2019 menyebutkan 73% PRT bekerja dengan upah 20-30% UMR dan tidak bisa mengakses jaminan sosial seperti masuk dalam daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga jaminan ketenagakerjaan," jelasnya.
Selain itu, pihak pemberi kerja akan mendapatkan kejalasan mekanisme kerja melalui RUU PPRT. Seperti mengetahui rekam jejak pekerja, standar jam kerja, standar upah, kesepakatan mengenai istirahat, libur, dan cuti.
Hadirnya RUU PPRT tidak menutup kemungkinan dapat mejadikan PRT sebagai pekerja yang mendapat prioritas bantuan sosial, pendidikan anak, dan lain sebagainya. Sehingga pekerja PRT tidak dianggap sebelah mata.
"RUU PPRT ini tidak hanya mengenai upah, tapi mengenai perlindungan dan hak yang utuh sebagai pekerja," tutur Kokok. (OL-1)