Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Masyarakat Kita Butuh Contoh

Emir Chairullah
18/8/2020 06:42
Masyarakat Kita Butuh Contoh
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin(DOK. SETWAPRES)

PERINGATAN Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) tahun ini diwarnai suasana keprihatinan. Indonesia mendapatkan pukulan besar akibat wabah virus korona baru (covid-19).

Untuk bisa bangkit kembali, pemerintah memodifikasi strategi pembangunan dengan patokan protokol kesehatan anticovid-19. Berikut petikan wawancara Media Indonesia dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Jumat (14/8), dalam rangkaian edisi peringatan HUT ke-75 RI yang membahas persoalan tersebut.

Dengan adanya pandemi yang menimpa di berbagai wilayah di dunia, bagaimana penilaian Wapres terhadap target pembangunan ke depan? Apakah masih sama atau terpaksa direvisi?

Kita mesti realistis. Pandemi covid-19 mengubah semuanya. Tentu saja target pemerintah pun dikoreksi. Sekadar contoh, dalam Undang-Undang No 20/2019 tentang APBN Tahun Anggaran 2020, pemerintah menganggarkan total pendapatan negara sebesar Rp2.233,2 triliun. Kemudian pada Juni lalu dikoreksi berdasarkan Perpres No 72/2020. Total pendapatan negara direvisi menjadi Rp1.699,9 triliun, turun sebesar 23,88%.

Mengapa pemerintah menurunkan target pendapatan negara? Karena prediksi perlambatan atau penurunan pertumbuhan ekonomi dan produk domestik bruto (PDB) dengan batas bawah -5,1% dan titik tengah -4,3%.

Jumlah penderita positif virus covid-19 di Indonesia belum juga turun, salah satunya akibat ketidakpatuhan protokol kesehatan. Bukan hanya masyarakat, melainkan juga pejabat. Apa pesan Wapres untuk mereka?

Saya sudah berkali-kali mengingatkan apa pun kebijakan yang diambil pemerintah untuk menekan penyebaran covid-19, tidak akan bermanfaat bila tidak ada kepatuhan. Kepatuhan tentu saja bukan hanya kepada masyarakat, melainkan juga pejabat dan tokoh masyarakat.

Masyarakat kita butuh contoh. Makanya, saya meminta tokoh masyarakat, pimpinan umat, juga pejabat menjadi contoh dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa mematuhi protokol kesehatan tidak hanya memberi manfaat untuk dirinya sendiri, tapi juga ikut menjaga orang lain agar tidak tertular covid-19.

Apa saran Wapres untuk mengatasi persoalan dampak covid-19 di sisi kesehatan maupun ekonomi?

Kesehatan dan pemulihan ekonomi memang menjadi fokus penanganan pemerintah saat ini. Berbagai ikhtiar dilakukan.

Jika dilihat pada APBN, ada penurunan penerimaan negara hingga 23,88%, tapi di sektor belanja mengalami peningkatan sebesar 7,82%. Dalam UU No 20/2019 tentang APBN Tahun Anggaran 2020, pemerintah telah menganggarkan belanja negara sebesar Rp2.540,4 triliun. Namun, berdasarkan Perpres No 72/2020, belanja negara direvisi menjadi Rp2.739,2 triliun.

Belanja-belanja yang dianggap tidak urgen dihapus, relokasi belanja difokuskan ke kesehatan dan pemulihan ekonomi.

Anggaran penanganan covid-19 saja mencapai Rp695,2 triliun. Yang lainnya ialah berbagai kebijakan insentif pada dunia usaha agar ekonomi tetap bergerak dan bantuan sosial kepada pekerja yang terkena PHK, termasuk masyarakat kurang mampu.

Bagaimana dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)?

Sekalipun ada UMKM yang survive, yaitu yang gesit, banting setir memproduksi APK (alat pelindung kesehatan), secara umum UMKM memang paling awal terdampak akibat pandemi ini. Dan itu menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp123,46 triliun untuk UMKM. Dana tersebut dianggarkan, antara lain untuk subsidi bunga dan penempatan dana untuk perbankan agar segera bisa merestrukturisasi utang, jaminan, persiapan modal kerja baru, PPH final untuk UMKM yang ditanggung pemerintah, dan pembiayaan untuk LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir).

Di sektor pendidikan, publik menyaksikan proses pembelajaran jarak jauh, terutama untuk sekolah dasar, berlangsung kurang efektif. Apa yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini?

Secara teknologi, Palapa Ring yang kita miliki sudah bisa menjangkau 93% populasi wilayah Indonesia. Namun, dalam praktiknya, infrastruktur langit itu belum terkoneksikan ke jaringan telekomunikasi bumi (last mile) sehingga belum bisa dimanfaatkan pengguna. Kenyataannya, menurut SUSENAS-BPS tahun 2018, ada sekitar 61% anak tidak memiliki akses internet dirumahnya.

Selain itu, tentu saja keterbatasan pembelajaran jarak jauh oleh pendidik. Itulah yang membuat PJJ kurang efektif. Pembelajaran tatap muka tetap yang terbaik. Namun, harus dibuat protokolnya sesuai standar kesehatan. Hanya sekolah di zona hijau yang boleh melakukan PJJ, misalnya, itu pun dengan pembatasan jumlah yang ketat, katakanlah hanya 30%. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya