Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung mengusut kasus dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari hingga ke Mahkamah Agung terkait dengan dugaan pemberian fatwa bagi Joko Tjandra.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebutkan, catatan pertama pihak penegak hukum dapat mendalami terkait oknum yang membocorkan putusan peninjauan kembali (PK) Joko Tjandra pada 2009 silam.
"Penegak hukum mesti mendalami terkait adanya oknum yang membocorkan putusan PK atas nama Joko Tjandra pada 2009 lalu," ucap Kurnia, dalam keterangannya, Sabtu, (15/8).
Dikatakannya, dugaan keras awal mula pelarian Joko Tjandra dikarenakan dari bocornya putusan tersebut. Jika pihak penegak hukum berhasil menemukan oknum tersebut maka penegak hukum dapat mengenakan pelaku dengan pasal 21 Undang-undang tindak pidana korupsi (Tipokor) terkait obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum.
Kemudian, pada catatan kedua berkaitan dengan dugaan suap terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Kurnia meminta pihak Kejaksaan mengusut tuntas terkait perkara tersebut.
"Ada empat hal yang harus segera dilakukan kejaksaan, pertama siapa pemberi suapnya? Sebab tidak mungkin dalam sebuah perbuatan koruptif hanya dilakukan oleh satu orang. Lalu apakah dana yang diterima Pinangki dinikmati secara pribadi atau ada oknum kejaksaan yang juga turut menerima bagian," sebutnya.
Ia juga mempertanyakan apakah Pinangki memiliki relasi dengan oknum di Mahkamah Agung, sehingga bisa menjanjikan memberikan bantuan berupa fatwa, " Jika iya, maka kejaksaan harus mengusut perkara tersebut," imbuhnya.
Ia pun meminta kepada pihak Kejaksaan untuk memastikan bahwa proses perkara di internal korps adhyaksa tersebut dilakukan secara profesional, independen dan objektif.
"Untuk itu penting bagi kejaksaan untuk terus memberitahukan kepada publik terkait perkembangan penyidikan," jelasnya.
Selain dua catatan tersebut, Kurnia juga memiliki catatan terkait perkara penghapusan red notice. Ia menyatakan pihak kepolisian harus mengembangkan perkara ini. Khususnya pada kemungkinan terlibatnya oknum perwira tinggi Polri lain yang turut memuluskan pelarian Joko Tjandra.
Ia menambahkan, kepolisian juga perlu memeriksa apakah ada oknum pada Direktorat Jendral Imigrasi yang juga teribat dalam pelarian tersebut.
"Sebab, data red notice Joko Tjandra di Imigrasi diketahui sempat dihapus. Dalam konteks ini penting untuk dicatat bahwa Dirjen Imigrasi, Jhony Ginting sebelumnya adalah seorang jaksa. Tentu yang bersangkutan mestinya mengetahui bahwa Joko Tjandra merupaka buron kejaksaan yang belum tertangkap," tuturnya.
Selanjutnya, Kurnia juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk aktif melakukan fungsi koordinasi dan supervisi penyidikan perkara tersebut. Baik yang dilakukan oknum kepolisian maupun kejaksaan.
"Jika memang ada indikasi untuk memperlambat proses pengusutan atau melindungi oknum tertentu, maka berdasarkan UU KPK, KPK berhak mengambil alih penanganan perkara tersebut," tukasnya. (OL-4)
Ada atau tidaknya tersangka baru dalam kasus tersebut, Anang belum bisa memastikan. Namun, ia menyebut bahwa Kejagung masih terus mendalami beberapa alat bukti dan keterangan.
MAKI tetap mencadangkan gugatan praperadilan melawan JAM-Pidsus jika penyidik 'gedung bundar' tak melakukan penambahan tersangka berdasarkan minimal dua alat bukti.
Pengadaan laptop Chromebook, di Kemendikbudristek tahun 2020–2022, sebenarnya sudah dirancang sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan kembali memanggil mantan Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, terkait dugaan korupsi dalam program pengadaan chromebook.
Kejagung belum menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim (NAM), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook.
Ia juga menduga tersangka dalam kasus ini tidak hanya dilakukan secara tunggal.
Berdasarkan sidang KKEP, Irjen Napoleon Bonaparte dikenakan saksi administrasi berupa mutasi bersifat demoasi selama tiga tahun, empat bulan.
MA menolak kasasi yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Vonis kasasi itu diputuskan pada 3 November 2021 oleh majelis hakim Suhadi selaku ketua dengan hakim anggota Eddy Army dan Ansori.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Saat menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri, Napoleon terbukti menerima suap sebesar US$370 ribu dan Sing$200 ribu atau sekitar Rp7,2 miliar dari Joko Tjandra
KOMISI Yudisial (KY) akan melakukan anotasi terhadap putusan majelis hakim tingkat banding yang memangkas hukuman Joko Soegiarto Tjandra.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved