Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SALING lempar kesalahan antar pihak dalam kasus Joko Tjandra salah satunya karena kerja sama yang tidak baik. Pakar hukum Universitas Gadjah Mada Oce Madril menegaskan perlu adanya evaluasi kredibel dari masing-masing pihak penegak hukum.
Oce menilai ada informasi yang tidak sampai. Ia juga melihat adanya keteledoran dari para penegak hukum yang menurutnya memang tidak serius dalam menangani buron Joko Tjandra (Joker).
“Menurut saya, memang sepertinya terjadi kecerobohan atau keteledoran, itu yang membuat saling lempar bola. Di luar itu, masing-masing lembaga harusnya tidak saling menunggu, tetapi saling jemput bola,” katanya ketika dihubungi melalui sambungan telepon Kamis, (16/7).
Oleh sebab itu, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM itu menyatakan dengan situasi yang terjadi saat ini, semua harus dilakukan evaluasi terhadap semua jajaran.
“Namanya evaluasi tentu ada pihak yang bertanggung jawab baik secara administratif, seperti dicopot jabatan, atau dipecat dari institusi. Dan tidak boleh berhenti di situ, karena ini mempermalukan republik, kalau ada yang menjadi mafia hukumnya ternyata, karena ini sudah urusan pidana, terhadap mereka yang sudah membantu, ada pasal pidana yang harus dipertanggungjawabkan. Ini akan ada pembelajaran dari kasus ini bagi oknum yang membantu burona," ujarnya.
Baca juga : Tak Hadir Upacara Pencopotan Jabatan, Prasetijo Dirawat di RS
Evaluasi yang kredibel itu ditujukan untuk mengungkap siapa saja aktor yang terlibat dalam kasus Joker. Selain mengungkap, juga perlu diberikan sanksi tegas untuk menghormati hukum.
“Kalau menoleransi, hanya dengan dicopot dari jabatanya, tidak dipecat atau tidak dipidana, ya pantas saja Joko Tjandra bisa beli (hukum). Yang ditunggu adalah pemeriksaan yang kredibel dan tegas. Jangan ketika keluar hasil bilang tidak ada masalah, itu menghina negara hukum namanya," tukasnya.
Untuk mengungkap para pihak yang telah membantu dalam kasus Joker, menurutnya bisa menggunakan model tim independen atau tim pencari fakta. Menurut Oce, hal itu bisa saja dibentuk, tetapi melihat dari pengalaman yang sudah terjadi Oce menganggap tim independen bukanlah sesuatu yang menjadi pilihan presiden.
“Idealnya begitu (tim independen), untuk mereview semua agar lebih imparsial dan tidak memihak. Bisa mereview oknum di kejaksaan, kepolisian, semuanya. Kalau direview oleh pihak sendiri, pubik ragukan review itu. Ada sikap skeptis yang muncul. Lebih baik bikin tim pencari fakta yang lebih objektif yang tugasnya satu, mengidentifikasi kelemahan kemarin.” ujarnya.
Meski demikian, Oce memberi catatan membentuk tim independen bukanlah keharusan. “Itu bisa saja presiden meminta langsung dari masing-masing institusi untuk melakukan evaluasi. Oknumnya siapa, dan berikan sanksi. Bisa saja dengan begitu jauh lebih cepat. Intinya harus dilakukan evaluasi yang kredibel," pungkasnya. (OL-7)
Berdasarkan sidang KKEP, Irjen Napoleon Bonaparte dikenakan saksi administrasi berupa mutasi bersifat demoasi selama tiga tahun, empat bulan.
MA menolak kasasi yang diajukan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Vonis kasasi itu diputuskan pada 3 November 2021 oleh majelis hakim Suhadi selaku ketua dengan hakim anggota Eddy Army dan Ansori.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman eks jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Saat menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri, Napoleon terbukti menerima suap sebesar US$370 ribu dan Sing$200 ribu atau sekitar Rp7,2 miliar dari Joko Tjandra
KOMISI Yudisial (KY) akan melakukan anotasi terhadap putusan majelis hakim tingkat banding yang memangkas hukuman Joko Soegiarto Tjandra.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved