Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengagendakan pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan suap di PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Penyidik memanggil empat saksi dan tiga di antaranya merupakan mantan pejabat PT DI.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IRZ (Irzal Rinaldi, mantan Asisten Dirut PT DI Bidang Bisnis Pemerintah)," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (7/7).
Tiga saksi yang merupakan mantan pejabat di PT DI yakni Nani Herawati selaku Manajer Perencanaan dan Pengendalian Anggaran (2013-2015), Teten Irawan selaku Manajer Manajemen Program (2010-2013), dan Ari Leliana selaku Manajer Strategi Bisnis (2017-2018) Ari Leliana. KPK juga memanggil satu saksi lainnya yakni Kepala Divisi Produk, Jasa, dan Purna Jual PT DI Toto Pratondo.
Dalam kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran di PT DI 2007-2017 itu, KPK sudah mengumumkan dua tersangka yakni mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani.
Budi dan Irzal disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Mantan Direktur Keuangan PT DI Dipanggil KPK
Penyidikan dugaan korupsi di PT DI itu berkaitan dengan penjualan dan pemasaran fiktif produk perusahaan plat merah tersebut antara lain pesawat terbang, helikopter, dan lainnya.
KPK mensinyalir penjualan dan pemasaran fiktif itu diduga untuk menutupi kebutuhan dana PT DI demi mendapatkan pekerjaan di kementerian, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Kasus itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.
Kasus tersebut bermula pada awal 2008, tersangka Budi Santoso dan Irzal Rinaldi menggelar rapat bersama-sama dengan direksi lain yakni Budi Wuraskito (Direktur Aircraft Integration PT DI), Budiman Saleh (Direktur Aerostructure PT DI), dan Arie Wibowo (Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI).
Mereka menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT DI. Selanjutnya, tersangka Budi Santoso diduga mengarahkan untuk membuat kontrak kerja sama mitra/keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. KPK mensinyalir sebelum dibuat kontrak kerja sama, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada Kementerian BUMN selaku pemegang saham.
Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Pada 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang dengan PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban.
Lalu pada 2011, PT DI mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta. Jika dirupiahkan totalnya sekitar Rp330 miliar.
Setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, KPK menduga sebagian uang juga masuk ke kantong pribadi direksi. KPK menyebut terdapat permintaan uang melalui transfer dan tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima Budi Santoso, Irzal Rinaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh. KPK hingga kini baru mengumumkan dua tersangka.(OL-5)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Elang Hitam ditargetkan mampu terbang tanpa henti selama lebih dari 24 jam dan memiliki pengendalian multiple UAV.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara resmi menyerahkan sertifikat tipe pada Pesawat N219 Nurtanio kepada PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Pesawat terbang NC212i Troop Transport akan dioperasikan oleh Skadron Udara 4, Wing Udara 2 Lanud Abdulrachman Saleh, Malang.
Jaksa menyebut terdakwa menjual suku cadang pesawat tidak hanya kepada satu pihak. Total ada 19 unit onderdil yang digelapkan.
Ia enggan menjawab soal materi pemeriksaan yang dijalaninya tersebut. Ia mengaku hanya dikonfirmasi oleh penyidik perihal laporan harta kekayaannya.
Budi Santoso mengakui diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik KPK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved