Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Pemaksaan Pilkada saat Covid-19 Akan Turunkan Kualitas Demokrasi

Cahya Mulyana
28/5/2020 15:58
Pemaksaan Pilkada saat Covid-19 Akan Turunkan Kualitas Demokrasi
Mural bertema pemilihan umum di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten.(ANTARA FOTO/Fauzan)

PELAKSANAAN pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 270 daerah pada 9 Desember akan mempertaruhkan partisipasi masyarakat dan mutu demokrasi. Pasalnya suksesi dalam penentuan pemimpin daerah kala pandemi dapat terhambat oleh ancaman penyebaran virus korona.

"Pandangan saya jelas kualitas pilkada akan menurun dibanding pilkada sebelumnya. Utamanya partisipasi masyarakat yang akan menurun drastis. Masyarakat akan lebih memilih diam di rumah daripada menyalurkan hak suaranya di TPS," kata Anggota Komisi II DPR Syamsul Luthfi saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (28/5).

Menurut dia, pelaksanaan pilkada juga akan berbenturan dengan ketakutan penyelenggara saat harus menggelar pemungutan di rumah sakit infeksi virus korona. Setiap pasien virus korona memiliki hak untuk memilih calon kepala daerahnya namun teknisnya sangat sulit.

"Tentu sangat sulit diatur teknisnya. Kemudian yang sangat tidak fair adalah kepala daerah incumbent bisa memanfaatkan momentum pandemi covid untuk menggaet suara dengan menyalurkan bantuan baik dari APBN maupun APBD," ujarnya.

Baca juga: Dipaksakan saat Covid-19 Bikin Anggaran Pilkada Membengkak

Menurut Luthfi, penyaluran bantuan sosial dapat disalahgunaan untuk kepentingan politik bila pilkada tetap dilangsungkan waktu dekat. "Pengadaan APD maupun bantuan sembako yang terjadi sekarang bagi kepala daerah incumbent bisa dimanfaatkan oleh koleganya untuk menambah pundi-pundi dana pilkada. Ini sungguh tidak fair. Apalagi kita berbicara hal teknis yang lain maka sangat berat untuk bisa memastikan pilkada ini bisa bermutu," ungkapnya.

Guna menjaga mutu dan partisipasi pemilih menurut dia, pemerintah, DPR serta penyelenggara pemilu belum kehabisan kesempatan untuk mengkaji ulang kesepakatan pilkada 9 Desember. "Kenapa kita tidak memakai prinsip mundur selangkah untuk maju beberapa langkah sehingga kesannya tidak dipaksakan seperti sekarang ini," katanya.

Ia pun menyangsikan persiapan dan tahapan pilkada yang akan dimulai 15 Juni karena masih berkutat dengan beban teknis dan protokol kesehatan. "Maka estimasi pelaksanaan yang paling moderat adalah penundaan sampai tahun depan. Karena fokus kita saat ini adalah bagaimana menciptakan stabilitas kesehatan dan stabilitas ekonomi," pungkasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya