Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Jokowi tidak Masalah Menteri Rangkap Jabatan

Akmal Fauzi
24/10/2019 06:40
Jokowi tidak Masalah Menteri Rangkap Jabatan
Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta.(MI/RAMDANI)

PRESIDEN Joko Widodo tidak mempermasalahkan para menteri Kabinet Indonesia Maju me-rangkap jabatan di partai politik (parpol). Yang terpenting ialah para menteri bisa membagi waktu antara urusan menteri dan urusan partai.

"Dari pengalaman lima tahun kemarin, baik ketua maupun bukan ketua partai, saya melihat yang paling penting bisa bagi waktu, dan ternyata tidak ada masalah," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Dari pengalaman periode pertama itu, Jokowi melihat tidak ada persoalan dan memutuskan bisa rangkap jabatan di partai.

Dalam susunan kabinet yang telah diumumkan, ada tiga ketua umum partai. Mereka ialah Airlangga Hartarto (Golkar), Prabowo Subianto (Gerindra), dan Suharso Monoarfa (PPP).

Sementara itu, yang masuk pengurus partai ialah Johnny G Plate, Syahrul Yasin Limpo, Siti Nurbaya (NasDem), Zainudin Amali dan Agus Gumiwang (Golkar), Yasonna Laoly, Tjahjo Kumolo, Pramono Anung, Juliari Batubara (PDIP), dan Ida Fauziyah (PKB).

 

Hindari konflik

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai sejumlah menteri kabinet baru Jokowi-Amin yang rangkap jabatan sebagai ketua dan pengurus partai politik tidak akan berdampak kepada kinerja. Selama ini, ujarnya, sejumlah menteri atau pejabat tinggi negara lainnya memang menduduki posisi penting di partai.

"Memang ada perubahan sikap Pak Jokowi jika dibandingkan dengan awal penyusunan kabinet periode pertama yang melarang rangkap jabatan. Itu gugur sekarang, tetapi tidak apa-apa karena secara kinerja selama ini terlihat tidak mengganggu," kata Adi, kemarin.

 

Meski begitu, Adi menambahkan, secara etika, publik bisa melihatnya berbeda. Idealnya, ucap dia, menteri atau pejabat tinggi negara tidak lagi mengurusi partai dan fokus pada pekerjaannya.

"Secara etika, publik melihat lain. Sebaiknya memang tidak rangkap jabatan," kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.

Sementara itu, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati meminta para menteri baru di pemerintahan Jokowi-Amin tidak merangkap jabatan dalam segala jabatan.

Hal itu, menurut Enny, dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan. Ketika menteri baru itu telah mengemban tugas, prioritas utamanya ialah memperjuangkan kepentingan masyarakat.  

"Ketika mereka sudah bersedia memenuhi amanah dari Presiden menjadi menteri, seharusnya seluruh atribut dan jabatan sebelumnya ditinggalkan agar dia fokus memenuhi panggilan tugas kenegaraan," kata Enny.       

Enny mencontohkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang kembali masuk kabinet.   

Menurut dia, jika dilihat dari kemampuan dan kepemimpinan Airlangga selama menjabat menteri perindustrian, memang ia menunjukkan kompetensi, tetapi tetap harus dapat meyakinkan masyarakat bahwa ia bebas dari konflik kepentingan.

"Dia lama di DPR, menjadi ketua komisi dan masih menjadi ketua parpol, yang artinya kemampuan leadership teruji dan dibuktikan. Persoalannya menteri harus bebas dari segala kepentingan, termasuk menghilangkan ego sektoral." (Dhk/Nur/Ant/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya