Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DERASNYA penolakan masyarakat membuat Rancangan Undang-Undang (RUU Penghapusan Kekerasa Seksual (PKS) tak jadi disahkan oleh DPR periode 2014-2019.
Meski demikian, Partai NasDem menilai , RUU PKS yang berisi pencegahan, pemulihan, pemantauan terhadap korban kekerasan seksual, mendesak untuk disahkan oleh DPR periode saat ini.
"DPP Nasdem bersikap RUU ini harus dituntaskan pada Periode 2019-2024. Karena Tiap tahun angka kekerasan seksual terus meningkat," kata Ketua DPP NasDem bidang Perempuan dan Anak Amelia Anggraini dalam Dialog Selasa di kantor DPP NasDem, Selasa (8/10).
Amelia menegaskan, titik fokus dalam RUU PKS adalah pada korban kekerasa seksual dan hal itu perlu lebih disosialisasika kepada masyarakat karena berarti negara hadir untuk para korban.
Komisioner Komnas Perempuan Masruchah mengatakan, RUU PKS sebelumnya menjadi agenda legislasi nasional pada 2016 dan sifatnya urgensi. UU ini harus menjadi kebijakan negara untuk menunjukkan kehadiran negara di tengah masyarakat.
Baca juga : Marital Rape Jadi Kontroversi di RUU PKS
Ia menjelaskan, kekerasan verbal dan non verbal banyak dialami baik lelaki dan perempuan tanpa tahu bagaimana harus mengadu. Substansi undang-undang yang ada belum mampu mengakomodir kekerasan seksual yang dialami korban, guna kepentingan pemulihan korban
"Ada UU KUHP, UU tindak pidana perdagangan orang,(TPPO), UU KDRT dan UU Pornografi, temuan kami undang-undang yang ada belum akomodir jenis kekerasan seksual yang menimpa perempuan. Perempuan sebagai korban jarang sekali ditanya pengalaman dia. Selalu yang dikejar adalah pelaku yang tentu saja tidak mengaku. Hal yang sama juga terjadi pada hukum syariat di Aceh," jelas Masruchah.
Masruchah menambahkan,ketika terjadi kekerasan seksual, dampaknya bisa pada hak ekonomi sosial dan budaya. Fakta korban kekerasan seksual cenderung dijauhi dari ekonomi, ruang politik dan sosial.
"Banyak kasus-kasus semacam ini. Karena itu ini menjadi urgensi," pungkas Masruchah. (OL-7)
Aturan teknis sangat dibutuhkan agar menjadi landasan pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPDT).
Agar kehadiran beleid itu efektif mencegah dan menuntaskan kasus kekerasan seksual di Tanah Air
Sepanjang 2021 terdapat 3.838 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan. Angka itu naik 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
PKS merupakan satu-satunya pihak di DPR yang menolak pembahasan RUU PKS
RUU TPKS akan memuat aturan secara terperinci hingga ke aturan hukum beracara untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Kemenag sedang menyusun regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dengan mengikuti dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved