Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Pasal Penghinaan Presiden Berlaku jika Hina Pribadi

Cahya Mulyana
20/9/2019 21:06
Pasal Penghinaan Presiden Berlaku jika Hina Pribadi
Ketua Tim Perumus RUU KUHP Muladi (kiri) bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly(Antara/ADITYA PRADANA PUTRA)

PASAL penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tetap berlaku di RKUHP apabila menyasar pribadi. Dengan begitu Pasal 218 dalam Rancangan Undang-undang Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU RKUHP) tidak membelenggu kebebasan berekspresi dan kritik terhadap pemerintah.

"Pasal 218 tentang penghunaan presiden merupakan delik aduan dan berlaku kalau itu dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Penghinaan di sini bukan pada jabatannya namun pada merendahkan martabat pribadi," kata Menkum HAM Yasonna Laoly, saat memberikan keterangan resmi, di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (20/9).

Baca juga: Perzinahan dan Kumpul Kebo tetap Delik Aduan

Menurut dia, Pasal 218 menyasar penghina yang menyasar nama baik atau mencoreng harga diri presiden maupun wakil presiden termasuk juga duta besar. Kemudian sifatnya yang bertentangan dengan perbuatan yang tercela dari aspek moral maupun budaya serta HAM.

"Bukan berarti seorang presiden bisa bebas dicaci maki harkat dan martabatnya. Tapi mengkritik kebijakannya tidak ada masalah ya," terangnya.

Dengan begitu, kata politisi PDI P ini, pasal tersebut tidak akan meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik atau pendapat dan bersifat delik aduan. "Ini sudah mempertimbangamkan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pasal ini yang sebelumnya sudah dibatalkan," tuturnya.

Ia mencontohkan, masyarakat bisa mengkritik dirinya sebagai menteri dengan menyatakan tidak becus mengelola lembaga pemasyarakatan, harmonisasi UU, administrasi hukum maupun keimigrasian. Pasal itu akan berlaku ketika terhadap pihak yang menyerang pribadi atau luar tugas dan kewenangannya sebagai pejabat publik.

"Kalau kamu bilang saya anak haram jadah, ku kejar kau sampai ke liang lahat. itu bedanya antara harkat martabat dengan kritik yang dimaksud dalam pasal itu," ujarnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya