Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Pengesahan RKUHP harus Ditunda karena Mengekang Demokrasi

Dhika kusuma winata
16/9/2019 18:56
Pengesahan RKUHP harus Ditunda karena Mengekang Demokrasi
Aksi tolak Rancangan KUHP(MI/ Pius Erlangga)

PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang KUHP (RKUHP) harus ditunda karena dinilai mengekang demokrasi dan akan merugikan masyarakat.

Demikian disampaikan sejumlah elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi saatmenggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/9).

Juru bicara aliansi Nining Elitos mengatakan rancangan KUHP yang saat ini akan segera disahkan DPR memiliki banyak pasal bermasalah.

Menurut dia, meski semangat pembentukan undang-undang tersebut ingin mengubah peninggalan pemerintah kolonial dulu, sejumlah pasal justru bertentangan dengan spirit tersebut. Salah satunya ialah pasal penghinaan presiden.

"KUHP memang peninggalan kolonial tapi perubahannya harus mengedepankan kepentingan rakyat. Kami ingin RKUHP ini ditunda dan pembahasannya melibatkan seluruh masyarakat sipil" ujarnya.

Baca juga: Relawan Jokowi Laporkan Majalah Tempo ke Dewan Pers

Pendemo yang menggelar aksi di depan Gedung DPR berorasi di atas mobil komando yang dipasang jeruji penjara. Hal itu untuk menggambarkan secara simbolik RKUHP dinilai akan mengekang masyarakat.

Aliansi mencatat dalam rancangan beleid tersebut muncul pasal-pasal yang dipakai pemerintah kolonial untuk memberangus suara-suara kritik. Seperti pasal penghinaan presiden (pasal 218-220), penghinaan pemerintahan yang sah (pasal 240-241), dan penghinaan badan umum (pasal 353-354).

Catatan lain di antaranya, Aliansi menilai pasal 417 RKUHP tentang tindak pidana bentuk persetubuhan di luar perkawinan yang ditetapkan sebagai bentuk pidana akan mengkriminalisasi yang ruang privat warga negara. Pasal itu juga berpotensi mengkriminalisasi korban perkosaan dan dianggap melanggengkan perkawinan anak karena dianggap solusi di luar pemidanaan.

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang turut ambil bagian dalam aksi juga menolak RUKHP. Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani Amri menilai undang-undang tersebut akan mengekang insan pers Tanah Air.

AJI mencatat ada 10 pasal di RKUHP yang berpotensi mengekang pers. Pertama ialah lasal tentang penghinaan terhadap presiden. Kedua, penghinaan terhadap pemerintah. Kritik pers terhadap Kepala Negara dan pemerintah, ujarnya, berpotensi dipidanakan. Ketiga yakni pasal tentang hasutan melawan penguasa. Keempat, pasal tentang penyiaran berita bohong.

"Jika undang-undang ini berlaku, pers bisa saja dibilang menyebarkan berita palsu. Penjara juga akan mengancam kita," tuturnya.

Kelima, pasal tentang pemberitaan tidak pasti. Keenam, pasal tentang penghinaan terhadap pengadilan. Ketujuh, pasal tentang penghinaan terhadap agama. Kedelapan, pasal tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara. Kesembilan, lasal tentang pencemaran nama baik. Terakhir, lanjutnya, pasal tentang pencemaran nama baik orang yang sudah meninggal.

"Ada soal nama baik orang mati yang diatur dalam pasal ini. Ketika kita mengkritisi orang yang sudah tidak ada, misalnya Presiden Soeharto kemudian keluarga tidak menerima kemudian itu bisa dikenai pasal pencemaran nama baik orang mati. Aturan ini (RKUHP) disebut untuk merevisi aturan kolonial tetapi isinya juatru lebih kolonial dari kolonial," pungkas Asnil. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya