Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
WAKIL Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji meluruskan pernyataan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari yang menyebut Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Firli Bahuri melanggar etik berat saat menjabat Deputi Penindakan KPK.
Menurut Indriyanto, pansel tidak menemukan unsur pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli.
"Saya sebagai bentuk tanggung jawab Pansel kepada publik terkait 10 nama capim, perlu memberikan dan meluruskan pernyataan yang menyesatkan tersebut (misleading statement) karena permasalahan ini menjadi domain Pansel di ruang publik yabg telah memberikan keputusan meloloskan 10 nama Capim, termasuk saudara FB (Firli Bahuri)," kata Indriyanto melalui keterangan resminya yang ia sampaikan di Jakarta, Kamis, (12/9).
Indriyanto mengatakan, sejak tahapan seleksi uji kompetensi pembuatan makalah, psikotes, pemeriksaan, profile assessment, tes kesehatan dan wawancara atau uji publik, Firli memiliki basis levelitas dengan konsistensi yang baik.
Bahkan dapat dikatakan, Firli berada pada posisi terbaik yang dapat dipertanggungjawabkan sejak awal dengan 386 capim sampai dengan 10 nama capim.
Baca juga : KPK Diminta Lebih Cermat dan Profesional
"Dan ini sudah menjadi keputusan bulat Pansel," katanya.
Indriyanto yang juga mantan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK menyatakan selama seleksi Pansel sudah melakukan pemeriksaan silang atau cross examination terhadap hasil rekam jejak seluruh capim, baik dari BIN, BNPT, BNN, PPATK, Polri, Kejaksaan, bahkan dari KPK, termasuk terhadap Firli.
Khusus KPK, kata Indriyanto, hasil rekam jejak yang diserahkan langsung oleh Deputi PIPM KPK telah dilakukan uji silang dengan rekam jejak dari lembaga-lembaga lainnya tersebut.
Selain itu, Indriyanto menambahkan, selama proses seleksi, Pansel tidak pernah menemukan dokumen resmi keputusan Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK yang memutuskan secara definitif pelanggaran berat etik terhadap Firli dari data yang disampaikan KPK.
"Pansel tidak menemukan sama sekali wujud Keputusan DPP formil yang memutuskan secara definitif adanya pelanggaran berat etik dari saudara FB (Firli Bahuri)," tegasnya.
Saat seleksi tahap wawancara dan uji publik di Kementerian Sekretariat Negara beberapa waktu lalu, Firli juga telah melakukan klarifikas dihadapan pansel perihal tidak adanya keputusan dari DPP.
Baca juga : Nawawi dan Lili Setuju Revisi UU KPK
Pansel juga secara akitf telah mendalami masukan-masukan dari KPK atau masyarakat sipil tersebut yang juga tidak menemukan kuputusan formal DPP atas pelanggaran etik Firli.
"Kecuali pernyataan-pernyataan, rumusan-rumusan dan ucapan-ucapan obscuur yang dapat menciptakan stigma dan labelisasi negatif kepada Capim," katanya.
Menurutnya, pernyataan dan ucapan yang dikemas serta tersebar di ruang publik dapat menciptakan kesalahpahaman dan pembunuhan karakter yang merugikan harkat martabat Firli sebagai Capim KPK.
"Apalagi bila pernyataan ini justru untuk menciptakan labelisasi stigma negatif dari tujuan eliminasi tahapan fit and proper test Capim di DPR," kata Indriyanto. (OL-7)
Menurut dia, langkah itu untuk membantu Dewan Pengawas (Dewas) terhindar dari anggapan tertentu. Misalnya, dianggap melindungi terduga pelanggar etik.
Yusril menjelaskan, Prabowo tidak mengintervensi nama-nama capim KPK yang sudah diberikan Presiden RI Ketujuh Joko Widodo (Jokowi) ke DPR
Feri berharap Presiden Prabowo dapat menyeleksi capim KPK atas dasar kebutuhan pemberantasan korupsi bukan untuk mengakomodir kepentingan tertentu.
Proses seleksi pansel untuk melahirkan capim dan dewas KPK adalah hal yang sangat krusial dan penting bagi penegakan tindak pidana korupsi ke depan.
DPR belum mengagendakan pembahasan soal calon presiden (capim) dan calon Dewan Pengawas (cadewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yusril Ihza Mahendra mengatakan akan mengkaji status hukum panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan (capim) dan dewan pengawas (dewas) KPK yang dibentuk era Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved