Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Pers Kedepankan Verifikasi Hadapi Isu SARA

Dero Iqbal Mahendra
29/8/2019 11:20
Pers Kedepankan Verifikasi Hadapi Isu SARA
Direktur Pemberitaan Medcom.id Abdul Kohar (kiri) bersmaa dengan Kasat Binmas Polres Jakarta Selatan AKBP Wahyu Budiman.(MI/MOHAMAD IRFAN)

PERSOALAN konflik berbasis SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), ujaran kebencian, maupun persoalan politik kini begitu marak di masyarakat. Bahkan, sejumlah candaan terkait dengan preferensi politik pun bebas beredar.

Direktur Pemberitaan dan Penanggung Jawab Medcom.id, Abdul Kohar, mengungkapkan dalam menyikapi persoalan SARA belakangan ini perlu ada pendekatan yang lebih rileks sekaligus mengedepanan verifikasi sumber atau tabayun.

Media arus utama, menurut Kohar, selalu mengedepankan pengecekan dan verifikasi suatu peristiwa maupun informasi sebelum kemudian disebarkan kepada publik. Kohar yakin dengan media semakin berhati-hati, publik akan lebih sabar untuk menelusuri informasi sehingga isu apa pun dapat diminimalkan.

Terkait dengan pendekatan yang lebih rileks, Kohar menjelaskan, bangsa Indonesia dulu mengedepankan pendekatan tersebut dan dapat membedakan mana yang serius dan mana yang dalam konteks guyonan.

"Kalau sekarang itu menjadi persoalan besar," imbuh Kohar dalam diskusi bertajuk Peran Media Massa Merespons Isu SARA di Indonesia di Jakarta, kemarin.

Ia pun khawatir dengan situasi yang penuh dengan ketegangan dan kecurigaan di mana-mana akan berdampak buruk ke depannya. Situasi itu akan membuka jalan disinformasi atau hoaks sehingga tabayun harus di kedepankan.

"Tabayun itu berarti bersungguh-sungguh untuk mencari tahu artinya verifikasi atau berhati-hati. Dalam konteks itu apa yang dilakukan dengan media mainstream mudah-mudahan adalah merupakan bagian dari tabayun itu," tutur Kohar.

Di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, Hariqo Wibawa Satria, menyoroti leluasanya isu-isu SARA, ujaran kebencian, maupun preferensi politik berisikan kedua unsur pertama di media sosial.  

"Ketika itu mulai disampaikan di ruang publik, ini menjadi suatu persoalan karena adanya sensitivitas sebagian orang. Sensitivitas tersebut kemudian disampaikan di ruang publik sehingga menjadi diskursus, menjadi pemaksaan. Padahal, selama ini tidak ada problem," tutur Satria.

Ia menilai preferensi politik yang kemudian menyerempet ke isu SARA tersebut menjadi permasalahan saat ini lantaran tidak semua pihak melihat hasil survei atau pandangan tokoh tertentu dari preferensi yang sama. (Dro/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya