Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
GAGASAN soal menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dikritisi oleh sebagian pihak. Salah satunya dari Direktur Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif, Veri Junaidi, yang menganggap gagasan tersebut tidak layak di wujudkan kembali.
"Apakah memang GBHN digunakan saat ini? Menurut saya tidak. Itu gagasan sudah usang. Konstitusi itu haluan negara kita, mengatur banyak hal tentang negara, jangankan soal hukum dan politik, soal ekonomi sudah diatur dalam Undang-Undang negara," ujar Veri saat mengisi diskusi 'Amandemen Terbatas Versi PDIP' di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta, Jumat (16/8).
Selain itu, kata Veri, Undang-Undang telah mengatur sistem perencanaan Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, dimana ada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). RPJP memiliki rentang waktu selama 20 tahun, sedangkan RPJM memiliki rentang waktu yang lebih singkat, yaitu selama 5 tahun. Sehingga, menurutnya tidak ada alasan kuat menghidupkan kembali GBHN.
Baca juga: GBHN Jangan Buat MPR Jadi Lembaga Tertinggi
Isu lainnya yang disoroti Veri, ialah soal menjadikan MPR lembaga lembaga tertinggi. Pengembalian wewenang itu dilakukan dengan mengamendemen UUD 1945. Nantinya, presiden dipilih oleh MPR tersebut. Hal itu yang ditentang Veri.
"Kalau memang presiden dipilih lewat MPR itu sama saja dengan menyandera presiden pilihan rakyat. Tidak ada lagi pemilihan langsung. Jokowi sendiri mengatakan dia lahir dari produk pemilu langsung," jelas Veri.
Veri kemudian menilai bahwa bergulirnya isu GBHN karena ada kepentingan tertentu untuk Pemilu 2024. Dimana seharusnya, ajang pemilu menjadi udara segar perpolitikan bangsa dengan mencalonkan kader terbaik pilihan masyarakat.
"Tidak ada alasan apapun mendorong perubahan sistem itu. Apa alasanya kuatnya? Ini bukan isu tunggal, ada runtutan yang dirancang untuk 2024 nanti. Dimana presiden bisa dikontrol oleh segelintir pihak. Mari kita kawal terus isu ini," tandas Veri. (OL-4)
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
MK juga mengusulkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah diberi jarak waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.
MK mengatakan pemisahan pemilu nasional dan lokal penting dilakukan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih.
Ia mengatakan putusan MK tentang pemisahan Pemilu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
Amanah konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut mewujudkan perdamaian dunia harus direalisasikan dalam menyikapi konflik dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved