Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Referendum Disebutkan tidak Punya Dasar Hukum

Dero Iqbal Mahendra
02/6/2019 21:45
Referendum Disebutkan tidak Punya Dasar Hukum
arsul sani( ROMMY PUJIANTO )

BERGULIRNYA wacana diberlakukannya referendum di Aceh dipandang anggota Komisi III dari Partai PPP Arsul Sani sebagai sesuatu yang tidak tepat. Menurutnya dalam hukum positif di Indonesia tidak ada dasar sama sekali untuk diberlakukannya referendum.

"Kalau dari aspek hukum saja, itu tidak perlu diperdebatkan karena itu memang tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Tidak ada pintunya untuk melakukan itu (referendum) yang terkait dengan status Aceh itu," tutur Arsul Sani saat ditemui usai pemakaman Ani Yudhoyono di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, Minggu (2/6).

Oleh sebab itu menurutnya persoalan wacana tersebut harus di lihat dari sisi lainnya. Mengingat semua persoalan terkait dengan status maupun situasi Aceh pada masa lalu sudah diselesaikan melalui perjanjian Helsinky. Pemerintah pun sudah meratifikasi perjanjian tersebut kedalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Darusalam.

"Jadi semua mekanisme kalau ada persoalan itu di sana lah (diselesaikan di Helsinky)," tegas Arsul.

Baca juga: Sudahi Isu Referendum

Menurutnya hal tersebut sudah tidak perlu diperdebatkan kembali, meski menurutnya ada yang mempertanyakan apakah isu itu perlu disikapi dengan keras.

Menurut Arsul,  konteks keras dalam arti pernyataan referendum tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu yang tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi melanggar hukum. Bahkan menurutnya hal tersbeut dapat dikategorikan sebagai ajakan makar, sehingga tentu dapat ditindak secara hukum.

Dia pun menyarankan kepada pemerintah agar tidak mengedepankan pendekatan 'keras' tersebut. Ia mengungkapkan persoalan ini lebih kepada ekses dari persoalan pemilu presiden (Pilpres), tidak lebih dari itu. Untuk itu diperlukan pendekatan yang masuk ke dalam ranah etika.

"Persoalnnya lebih ke persoalan itu (Pilpres) yang saya lihat. Bukan soal mendasar seperti ada kewajiban pemerintah dalam perjanjian Helsinky yang tidak dipenuhi, itu mendasar namanya," tutur Arsul. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya