Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tak Ada Pasukan Asmaul Husna dalam Aksi 22 Mei,Ini kata Ombudsman

Melalusa Sushtira Khalida
23/5/2019 20:51
Tak Ada Pasukan Asmaul Husna dalam Aksi 22 Mei,Ini kata Ombudsman
Pasukan Asmaul Husna Polri saat berjaga di Monas, 2016 silam(MI/Arya Manggala)

ADA pemandangan berbeda dalam pola pengamanan aksi menyikapi hasil Pemilu 2019 di Jakarta 21-22 Mei lalu. Kepolisian Republik Indonesia tak lagi menerjunkan polisi bersorban yang biasa disebut pasukan Asmaul Husna dalam unsur pengamanan.

Salah satu sebabnya diungkapkan Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu karena ada surat dari lembaganya kepada Kepala Polri tertanggal 21 Mei 2019 yang merekomendasikan Polri tidak menggunakan identitas agaman tertentu sebagai unsur penjaga keamanan aksi massa.

"Petugas Polri dalam menjalankan tugasnya sebaiknya sesuai dengan prosedur dan profesioanalitasnya di dalam penggunaan cara berpakaian, dan tidak lagi menggunakan identitas simbol keagamaan tertentu," ujar Komisioner Ombudsman RI, Ninik Rahayu, Kamis (23/5).

Ninik memahami bahwa hal tersebut merupakan upaya persuasif yang dilakukan Polri guna mengamankan massa, namun pihaknya keberatan atas penggunaan simbol identitas keagamaan tertentu yang dipakai.

Baca juga : Ada Korban Jiwa Aksi 22 Mei, Ombudsman Akan Panggil Polri

Komisioner Ombudsman RI lainnya, Adrianus Meliala melihat hal tersebut sebagai upaya terobosan yang digunakan Polri guna menekan massa berkembang anarkis.

Namun, Adrianus juga tidak sepaham atas penggunaan identitas keagamaan oleh aparat keamanan dalam mengamankan aksi unjuk rasa.

Ia menyebutkan ada Peraturan Kapolri (Perkap) yang mengatur perihal standar seragam aparat polri dalam mengamankan aksi unjuk rasa. Selain itu, ia juga menyoroti perihal aspek fungsionalitas dan keamanan dari seragam yang sepatutnya dikenakan oleh aparat.

"Ketika massa masih massa damai, maka mungkin kita boleh berpakaian apapun, tapi kemudian ketika massa berkembang jadi massa anarkis, bayangkan si brimob itu harus kerepotan ganti baju. Jangan sampai kemudian jadi korban dari massa anarkis," terang Adrianus.

Adrianus lantas mengingatkan agar Polri dalam memberikan penilaian situasi dan kondisi yang terjadi tidak serta merta bertindak menurut apa yang diyakininya benar, namun juga tetap harus mengacu pada Perkap yang telah ada dan mengaturnya.

"Cara bertindaknya sendiri sudah dibatasi dengan ketentuan yang ada, ketentuannya apa? Ya, tadi Perkap-Perkap yang dibuatnya itu. Jadi jangan karena cara bertindaknya itu dianggap sebagai khas, maka lalu menafikan, menganggap sebagai tidak ada Perkap-Perkap yang sebetulnya adalah dasar dari cara bertindak itu," tandasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya