Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
RATUSAN orang kembali turun ke Jalan MH Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat, untuk beraksi di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mereka berkumpul di sekitar Bawaslu.
Pengunjuk rasa tampak mengenakan peci dengan baju dominan berwarna putih. Mereka tampak membawa bendera hijau bertuliskan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Sesekali mereka meneriaki aparat kepolisian yang berjaga di lokasi. Mereka tak terima dengan sikap polisi kepada massa yang berdemonstrasi di Bawaslu.
Salah satu peserta aksi, Aji Boneng, asal Sukabumi, Jawa Barat, menyebutkan mereka kembali turun ke jalan untuk menuntut keadilan. Mereka menuding ada kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Ya kami menuntut keadilan karena pikir saja jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya nyali, tidak mungkin mengumumkan hasil pemilu dini hari, kalau di kampung saya maling itu keluarnya dini hari," kata Aji, Rabu (22/5).
Baca juga: Belasan Mobil di Sekitar Asrama Brimob Petamburan Hangus
Sementara itu, aparat kepolisian dari pasukan huru hara Brigadir Mobil (Brimob) kembali bersiaga di depan Gedung Bawaslu. Mereka siap menghalau massa aksi yang mendekati gedung.
Sejatinya, polisi sudah memukul mundur massa yang beraksi di depan Gedung Bawaslu, Selasa (21/5). Massa yang tidak kunjung membubarkan diri ini didorong terus hingga ke Jalan Sabang, Menteng, dini hari tadi.
Pantauan di lapangan, pukul 02.00 WIB, massa sempat membakar spanduk, karet, dan barang lainnya. Polisi lantas mengerahkan mobil antihuru hara dan menyemprotkan air dari water cannon untuk memadamkan api. Kisruh antara massa pendemo dengan polisi terjadi.
Aparat sempat menembakkan gas air mata demi membubarkan massa dari ruas Jalan Wahid Hasyim arah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Upaya tersebut dilakukan karena massa tak mengindahkan peringatan aparat untuk membubarkan diri. (Medcom/OL-2)
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
MK mengatakan selama ini terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Pengalaman dari Pemilu 2024 menunjukkan betapa tingginya partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran.
Demokrasi tidak bisa dipisahkan dari politik karena sesungguhnya politik adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari
Bagja tetap mengimbau Bawaslu Sulawesi Selatan dan Kota Palopo untuk mengawasi setiap potensi terjadinya praktik haram tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved