Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
WAKIL Presiden Jusuf Kalla tidak sepakat adanya anggapan yang berkembang bahwa pemerintah represif terhadap pihak oposisi dengan menjerat kasus hukum.
Menurutnya pemerintah hanya bekerja sesuai dengan tata aturan yang berlaku tanpa secara khusus menargetkan pihak oposisi.
"Beroposisi itu hal yang biasa dan boleh karena sesuai dengan Undang-Undang dan Undang Undang Dasar semua orang boleh berpendapat, jadi (mereka diperiksa) bukan karena oposisinya," tegas Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden di Jakarta, Senin (13/5).
Menurut Jusuf Kalla para pihak yang dipanggil tersebut lebih karena perbuatan atau tindakannya. Oleh sebab itu hal tersebut tidak berhubungan dengan oposisi atau bukan, tetapi lebih karena ada perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum.
Sebagaimana diketahui saat ini sejumlah tokoh terjerat persoalan hukum oleh pihak kepolisian atas perbuatannya masing masing. Para tokoh tersebut kebetulan berasal dari kelompok yang memang selama ini bersebrangan dengan pemrintah dan merupakan pendukung capres Prabowo Subianto.
Baca juga : JK Tegaskan Tim Hukum Nasional Hanya Pemberi Masukan
Pemerintah sendiri melaluiMenteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan memang membentuk tim asistensi hukum untuk membantu Menko Polhukam memberikan pertimbangan hukum atas ujaran dan pernyataan tokoh dan masyarakat pasca pemilu.
Pertanyaan terhadap tim ini muncul setelah belakangan kepolisian menindak sejumlah tokoh oposisi. Mulai dari penetapan status tersangka terhadap Bachtiar Nasir terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang, Eggi Sudjana atas tuduhan makar, hingga pemeriksaan Kivlan Zein atas tuduhan makar.
Meski begitu Jusuf Kalla menjelaaskan bahwa tim asistensi hukum yang dibentuk oleh Menko Polhukam Wiranto hanya sebatas memberikan masukan kepada Menko Polhukam. Tim tersebut tidak dapat mengambil suatu keputusan sebagaimana lembaga pemerintahan.
"Tentu ini sebagai penasihat saja, bukan lembaga untuk mengambil tindakan. Hanya memberi masukan kepada Menkopolhukam dan kepada Kepolisin. Sama seperti di persidangan ada saksi ahli kurang lebih sama sebagai penasihat ahli yang menilai," tutur Jusuf Kalla
Jusuf Kalla pun menilai pembentukan tim tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Orde Baru di masa lalu. Menurutnya ketika zaman Orba ada individu berbicara tidak sesuai pemerintah langsung ditangkap.
Sedangkan saat ini ketika ada individu yang berkata hal yang sama akan dievaluasi terlebih dahulu apakah ada pelanggaran atau tidak dan jika ada dibawa ke polisi.
Jusuf Kalla pun mengingatkan selain tim asistensi tersebut, Menko Polhukam juga tidak dapat mengambil tindakan atas kasus tersebut. Satu satunya pihak yang dapat melakukan tindakan adalah Kepolisian dan Kejaksaan. Sebab esensi utama tim tersebut hanya sebagai pemantau gejolak di masyarakat. (OL-8)
Acara yang dihadiri oleh ratusan advokat dan pengacara se-Jabar yang tergabung dalam THN Amin, bertujuan untuk mengawal tahapan pelaksanaan Pemilihan Presiden 2024.
MASYARAKAT Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), kembali menyosialisasikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan pada 2 Januari 2023
INDONESIA akhirnya berhasil merampungkan penyusunan KUHP baru untuk menggantikan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda.
Presiden Joko Widodo menegaskan masyarakat tidak boleh bertindak semena-mena dan melakukan perbuatan melanggar hukum demi membela seseorang atau sebuah kelompok.
Sebelumnya, anggota tim asistensi hukum Indriyanto Seno Adji menjelaskan tim akan mempertimbangkan secara masak sebelum mengeluarkan rekomendasi.
Tidak seluruhnya subjek melakukan aksi atau aktivitas yang sudah ada indikasi mengarah ke kegiatan makar
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved