Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Pemilu RI Bisa Jadi Anutan

Golda Eksa
24/4/2019 07:30
Pemilu RI Bisa Jadi Anutan
Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo(MI/Susanto)

TINGKAT partisipasi masyarakat dalam Pemilu Serentak 2019 mencapai 80%, melewati target Komisi Pemilihan Umum sebesat 77%. Capaian itu menjadi sebuah prestasi bagi Indonesia dalam gelaran pesta demokrasi.

"Suatu angka yang dapat menjadi model bagi sebuah negara demokrasi, di mana memilih dianggap sebagai hak dan bukan sekadar kewajiban bagi warga negara," ujar Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo di Jakarta, kemarin.

Indonesia dengan kondisi wilayah kepulauan, kata dia, sukses melaksanakan pemilu serentak dalam waktu satu hari. Cakupan wilayah yang luas dan aspek geografis tak menghambat pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu.

Lazimnya, kata Agus, partisipasi dalam negara demokrasi berkembang seperti Indonesia berkisar 60%. Namun, Indonesia mampu mendongkrak hal tersebut hingga 80% lebih. "Ini sebuah prestasi luar biasa," paparnya.

Tenaga Profesional Bidang Ketahanan Nasional, Dadan Umar Daihani,  melihat beberapa aspek yang memengaruhi hal itu. Selain sistem pemilu yang dibuat serentak, derbi antara calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto terbukti menyedot animo masyarakat.

"Kalau tanding ulang itu pasti ramai dan semua akan tercurah dalam kejadian seperti itu," kata Dadan.
Di samping itu, ia melihat kemeriahan juga diciptakan kampanye siber pemilu. Media sosial dijadikan motor kampanye dengan tingkat partisipasi tak terbatas. Semua pihak bisa 'nyemplung' di dalam medium itu.

Dampaknya, kata Dadan, 'tsunami informasi' tumpah ruah. Hal itu disambut masyarakat melalui media sosial, bahkan jejaring percakapan seperti Whatsapp. Ia melihat hal ini perlu disyukuri sekaligus diwaspadai.

Dia mengingatkan tak semua informasi yang beredar bisa dibenarkan. Tak jarang informasi-informasi tersebut merupakan hoaks yang sengaja didesain. "Ini yang mungkin barangkali sosialisasi dan kedewasaan kita bisa menangkap seperti itu."

Namun demikian, ia beranggapan Pemilu 2019 berjalan kondusif dipandang dari aspek ketahanan. Buktinya, stabilitas di Indonesia bisa tetap terjaga tanpa ada letupan konflik dan semacamnya.

Yang perlu diwaspadai, imbuhnya, yakni penggunaan internet salah kaprah. Pasalnya, media sosial sejatinya digunakan sebagai wadah kontes kecantikan. Sementara itu, yang terjadi malah kebalikannya.

Perlu perbaikan
Penyelenggaraan pesta demokrasi tidak berlangsung tanpa cacat dan kekurangan, serta tidak ada yang melarang untuk menyatakan temuan atas kekurangan tersebut. Namun, hendaknya dicarikan solusi terhadap perbedaan berdasarkan kaidah demokrasi dengan penuh kearifan para elite.

"Di atas kearifan tersebut adalah trust yang kita berikan kepada lembaga fungsional untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai bagian dari pelaksanaan pemilihan umum," jelas Agus Widjojo.

Ia mengingatkan Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara pemilu agar melakukan perbaikan atas kesalahan dan kekurangannya secara transparan dan akuntabel. Seluruh komponen masyarakat melakukan pengawasan terhadap kerja KPU, termasuk menyikapi catatan kekurangannya.

"Menyikapi hal tersebut, perlu kedewasaan dan kesabaran semua pihak, mulai dari elite sampai dengan akar rumput. Semua harus tetap menjaga makna Bhinneka Tunggal Ika, dengan terus memelihara dan merawat nilai-nilai kebangsaan kita," tukasnya. (P-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya