Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Tuduhan Kecurangan tidak Mendasar

Putri Rosmalia
23/4/2019 08:45
Tuduhan Kecurangan tidak Mendasar
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis(ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

TUDUHAN kecurangan sistematis yang dituduhkan kepada KPU merupakan hal yang tidak memiliki dasar.

Kesalahan seperti salah input yang diketahui publik justru merupakan bukti bahwa KPU telah bekerja dengan sangat transparan.

“Iya tidak mendasar (tuduhan kecurangan). Artinya itulah dampak dari transparansi kerja KPU. Publik bisa mengoreksi, publik bisa mengkritisi, dan KPU selalu responsif terhadap hak-hak itu,” tutur Komisioner KPU Viryan Azis.

Viryan mengatakan pemilu Indonesia melibatkan partisipasi masyarakat jutaan orang,­ dengan beragam latar belakang. Bukan orang-orang yang kemudian direkrut secara khusus, sangat ketat, dan terbatas langsung oleh KPU RI.

Jutaan orang jajaran KPPS yang tersebar di lebih dari 810 TPS dan sangat sulit serta mustahil kecurangan sistematis bisa dilakukan dengan melibatkan begitu banyak orang yang tersebar di seluruh daerah Indonesia.

“Tidak mungkin itu bisa melakukan kecurang­an secara sistematis oleh KPU. Tidak mungkin. Silakan saja di cek, misalnya, ada tidak dari KPU mendorong supaya dilakukan hal seperti itu. Jelas tidak mungkin,” ujar Viryan.

Sistem transparansi kerja yang dilakukan KPU telah dilakukan dengan maksimal. Namun, di satu sisi transparansi yang ada memang kerap dilihat dengan cara pandang yang berbeda, yakni melihatnya bukan sebagai peluang untuk memantau dan mengkritisi, melainkan menuduhkan kecurangan.

“Misalnya, mengenai keliru mengentri data C1. Justru kekeliruan itu diketahui karena KPU transparan.”
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Inas Nasrullah Zubir, menilai kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tengah membangun opini adanya kecurangan di Pilpres 2019. Sikap itu disebut sebagai bentuk kepanikan oposan melihat hasil hitung cepat (quick count) lembaga survei.

“Perilaku kubu Prabowo-Sandi dibangun dengan narasi bahwa jika Jokowi-Ma’ruf Amin menang pilpres, berarti melakukan kecurangan,” kata Inas.

Inas meyakini upaya menggiring opini penyelenggaraan pilpres curang ialah bentuk kecurangan itu sendiri. Prabowo-Sandi seharusnya lebih legawa menanggapi hasil yang ada. Terlebih, hasil resmi KPU baru diumumkan pada 22 Mei 2019.

Bagi Inas, sikap ini juga bisa menjadi indikasi kubu paslon 02 itu mulai putus asa dengan hasil pilpres. Pasalnya, tidak ada satu pun lembaga survei arus utama yang menyatakan Prabowo-Sandi menang berdasarkan hitung cepat.

Diminta dewasa
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay meminta semua pihak  menyikapi hasil Pemilu 2019 secara dewasa. Kubu yang kalah harus menjaga pendukungnya agar taat konstitusi. “Kami sangat peduli damai, kepastian hukum bisa diciptakan di negeri ini. Jangan pertaruhkan ini gara-gara pemilu dan mari ciptakan suasana kondusif,” ujarnya.

Hadar menyampaikan undang-undang sudah menunjuk KPU sebagai wasit dari perhelatan pesta demokrasi lima tahunan ini. Karena­nya, tidak elok kalau proses pengambilan suara pemilih yang rumit ini mendelegitimasi penyelenggara pemilu. (Ins/Faj/*/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya