Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan terpidana kasus korupsi Bank Century, Robert Tantular, yang menguji Pasal 272 KUHAP serta Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 KUHP terkait dengan penjatuhan pidana dalam tidak pidana gabungan atau tindak pidana berlanjut.
Uji materi terkait dengan penjatuhan pidana dalam tidak pidana berkaitan dengan perbuatan pidana yang berbarengan, berlanjut, dan penggabungan. “Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, kemarin.
Disebutkan, MK menilai seluruh pasal yang diajukan Robert tidak memiliki persoalan konstitusionalitas norma terhadap UUD 1945 sehingga dalil tersebut dianggap tidak beralasan menurut hukum.
Sebelumnya, Robert selaku pe-mohon merasa dirugikan atas pemberlakuan pasal tersebut karena pihak penyidik dari Bareskrim Polri dengan sengaja mengajukan perkara secara terpisah-pisah menjadi enam laporan dan menaikkan status berkas perkara secara dicicil sehingga pemohon harus menjalani beberapa kali persidangan yang berbeda dan dijatuhi empat putusan pengadilan yang diakumulasi menjadi 21 tahun pidana penjara.
Robert divonis 21 tahun penjara dalam 4 kasus, yaitu vonis 9 tahun dan denda Rp100 miliar subsider 8 bulan kurungan dalam kasus perbankan, vonis 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 6 bulan kurungan di kasus perbankan yang kedua. Berikutnya, dia juga divonis bersalah dalam 2 kasus pencucian uang, yakni masing-masing 1 tahun dan 1 tahun serta denda Rp2,5 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Tidak berdasar
Terkait dengan dalil tersebut, MK menjelaskan makna sesungguhnya dari norma Pasal 272 KUHAP ialah norma yang mengatur mengenai pelaksanaan putusan pengadilan. “Ketika seorang dipidana dengan pidana penjara atau pidana kurung-an dan belum menjalani pidana, tetapi kemudian dijatuhi pidana lagi, maka terpidana menjalani pidana secara berturut-turut dimulai dengan pidana yang terlebih dahulu telah dijatuhkan,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto membacakan pertimbangan Mahkamah.
Artinya, terpidana di dalam menjalani masa pidana harus dijalani secara berurutan sesuai dengan urutan putusan pengadilan yang dijatuhkan terhadapnya. Dengan kata lain, terpidana tidak boleh menjalani pidana dengan mendahulukan putusan pengadilan yang dijatuhkan kepadanya setelah putusan pengadilan yang lebih terdahulu.
Selain itu, Mahkamah juga menjelaskan bahwa Pasal 272 KUHAP yang mengatur tindak pidana perbarengan tidak ada relevansinya dengan pengajuan berkas perkara secara terpisah karena hakikat tindak pidana perbarengan yang diatur dalam Pasal 63 KUHP ialah adanya satu peristiwa tindak pidana yang dilakukan pelaku, tetapi tindakan itu melanggar beberapa ketentuan pidana sekaligus. “Meskipun penuntutan oleh jaksa penuntut umum dan penjatuhan pidana oleh hakim dalam tindak pidana berlanjut (voortgezette handeling) dan gabungan tindak pidana (concursus realis) tidak diajukan secara serentak atau diajukan secara terpisah (splitsing), tidak berakibat penuntutan dan penjatuhan pidana menjadi batal demi hukum,” jelas Aswanto. (Ant/P-4)
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
MK menyatakan tidak menerima permohonan pengujian materiil UU Kementerian Negara yang mempersoalkan rangkap jabatan wakil menteri
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved