Muhammadiyah tidak Setuju Mobilisasi Massa

Golda Eksa
16/4/2019 09:00
Muhammadiyah tidak Setuju Mobilisasi Massa
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir.(MI/MUHAMAD IRFAN)

PIMPINAN Pusat Muhammadiyah mengimbau siapa pun yang terpilih menjadi presiden 2019-2024 harus diterima sebagai amanah dengan penuh rendah hati, sedangkan yang tidak terpilih dapat menerima dengan lapang hati.

“Kalau ada masalah perseng­ketaan, selesaikan melalui prosedur hukum Mahkamah Konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tidak perlu mobilisasi massa. Sebagai umat beriman, hasil apa pun kita teri­ma dengan syukur, sabar, dan sikap yang baik,” ujar ­Ketua Umum PP ­Muhammadiyah Haedar Nashir.

Saat menyampaikan sikap itu, Haedar didampingi Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, juga Muhadjir Effendy, Anwar ­Abbas, dan Suyatno.

Haedar percaya anak bangsa sudah cerdas, matang, dan bijaksana. PP Muhammadiyah pun mengingatkan bahwa Indonesia sudah 11 kali melakukan pemilu sejak Orde Baru sampai masa Reformasi.

“Sengaja memori ini dibuka agar kita belajar bersama sehingga kita semakin cerdas dan bijaksana dalam pemilu. Ada riak gelombang itu sebagai dinamika politik. Begitu masuk pemilihan, semua harus menciptakan susana damai toleran,” imbuhnya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun menyampaikan terima kasih kepada semua komponen bangsa bahwa kampanye secara umum berjalan secara baik. Karena itu, mari bersama memastikan dengan spiritualitas berbangsa agar pemi­lu bisa berlangsung sebaik-baiknya.

Menjawab pertanyaan soal imbauan tentang tentang salat Subuh berjemaah di sekitar tempat pemungutan suara, apakah itu bentuk politisasi ibadah, Haedar mengatakan seluruh warga negara yang memiliki hak pilih agar menggunakan hak politiknya dengan penuh tanggung jawab.

Haedar percaya bahwa umat Islam akan menjalankan ibadah maghdaf secara khusus karena ibadah seperti itu tidak perlu dimobolisasi untuk kepentingan politik. “Salat ditunaikan di masjid dan jadikan kemakmuran masjid untuk membawa kehidupan akhlak mulia, membangun kehidupan berbangsa bernegara yang lebih baik.”

Suara milenial
Di sisi lain, mantan Ketua MK Mahfud MD mengatakan suara generasi milenial menentukan hasil Pemilu 2019 sebab jumlah pemilih kalangan itu cukup besar, mencapai 51 juta orang.

“Ini sangat potensial untuk menentukan masa depan negara dan bangsa kita lima tahun ke depan seperti apa,” ujar Mahfud.

Dia menyarankan generasi milenial untuk memilih calon presiden dan calon wakil presiden maupun legislator secara selektif. Pilih calon yang terbaik dari yang ada.

Menurutnya, partisipasi gene­rasi milenial pada pesta demokrasi dapat memberikan warna baru untuk Indonesia.

Apalagi milenial merupakan calon pemimpin bangsa ke depan.

“Anak-anak milenial ini yang nanti akan mewarisi pemerintahan ini, kira-kira satu dekade yang akan datang,” ucap dia.

Mahfud menilai wajar milenial saat ini banyak dijadikan objek jualan bagi politikus untuk meraih suara karena potensi suara milenial ini sangat besar. Namun, kata dia, milenial memiliki jati diri dan mempunyai pilihan sendiri dalam Pemilu 2019. “Mereka ya silakan siapa yang mau menjual saya (milenial), tapi saya punya pilihan sendiri. Gitu saja. Tidak apa-apa menjual, bagus (milenial dijadikan objek politik).” (Pro/Ins/Mal/Pol/Faj/*/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya