Headline

Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan

Fokus

Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.

Hentikan Provokasi

Dero Iqbal Mahendra
04/4/2019 06:10
Hentikan Provokasi
Ketua KPU Arief Budiman.(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

TIGA belas  hari menjelang Pemilu serentak, 17 April 2019, tensi politik mulai meningkat. Kontestasi Pemilihan Presiden 2019 yang menampilkan dua pasang calon membuat persaingan semakin tajam.

Isu people power (gerakan rakyat) yang akan mengepung Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang digulirkan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais memantik suasana panas.

Selain itu, penghadangan calon wakil presiden 01 Ma'ruf Amin terjadi saat akan menghadiri haul sekaligus berziarah ke Makam Kiai Suhro, Pamekasan, Madura, Senin (1/4). Penghadangan diduga dilakukan kelompok pendukung capres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Ma'ruf Amin.

Tak hanya itu, aksi pemukulan juga terjadi terhadap seorang pendukung Jokowi, Yuli Wijaya, di Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (2/4). Pelaku diduga massa pendukung capres 02.

Ketua KPU Arief Budiman mengingatkan semua pihak agar tidak menyelesaikan persoalan berkaitan dengan Pemilu 2019 di jalanan. "Jangan selesaikan persoalan di jalanan, selesaikan di dalam ruangan karena ruangnya sudah disediakan," kata Arief di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (2/4).

Ia menegaskan undang-undang memberi ruang untuk penyelesaian persoalan pemilu, antara lain apabila ditemukan kecurangan dapat melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan untuk hasil pemilu dapat menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).   

KPU, kata dia, tidak akan melakukan kecurangan dalam menyelenggarakan Pemilu 2019, tetapi berupaya menghadirkan pemilihan yang bebas dan adil.  

Budayawan Emha Ainun Nadjib tidak percaya gerakan people power akan berhasil di Indonesia karena hanya akan mengakibatkan benturan horizontal. "Kondisi masyarakat Indonesia tersegmentasi," kata pria yang akrab disapa Cak Nun itu di Semarang, kemarin.

Menurut dia, gerakan rakyat itu akan efektif dilakukan jika dimotori oleh seseorang yang berlatar belakang pahlawan nasional. "Bisa efektif kalau Anda pahlawan nasional. Kalau hanya tokoh segmented, tidak berguna," katanya.  

Harus diakhiri
Peneliti Senior Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Khairul Fahmi, mengatakan masyarakt mesti dididik agar dewasa berpolitik melalui keteladan elite. "Kalau elitenya suka provokatif, masyarakat dengan mudah terbakar," katanya, tadi malam.

Dia menegaskan bahwa statemen provokatif elite politik dan berbagai penghadangan dalam masa kampanye harus diakhiri. "Salah satu indikator pemilu yang adil dan berintegritas ialah dilaksanakan tanpa kekerasan," jelasnya.

Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, Ace Hasan Syadzily, menilai politik tidak seharusnya dicapai dengan menghalalkan segala cara. "Termasuk cara cara yang tidak demokratis dan provokasi," cetusnya.

Ace melihat ada sejumlah cara yang dilakukan dalam mendeligitimasi hasil pemilu, seperti fitnah aparat/penyelenggara tidak netral, kisruh daptar pemilih tetap, dan kertas suara.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membantah upayanya mempersoalkan DPT yang janggal sebagai upaya deligitimasi terhadap penyelenggara Pemilu 2019. "Kami membantu KPU agar kredibel dan berintegritas," kata juru bicara BPN Andre Rosiade di Jakarta, kemarin. (Opn/Ths/Ant/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya