Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Hoaks masih Jadi Ancaman Pilpres Damai

Micom
25/2/2019 16:45
Hoaks masih Jadi Ancaman Pilpres Damai
(Ist)

UNTUK menangkal hoaks dan mengajak pemilihan umum damai sebenarnya juga menjadi tugas bagi para penyelenggara negara, para calon presiden dan wakil presiden, calon anggota legislatif, dan masyarakat umum.

Hal termudah yang bisa dilakukan misalnya dengan menampilkan sesuatu yang harmonis dan damai di depan publik, seperti makan bersama atau tengah bersenda gurau antara para capres atau caleg yang berbeda kubu. 

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Bidang Teknologi Terapan, Partai Gerakan Indonesia Raya, Abdul Hakam Nagib, di Jakarta, Senin (25/2).

Misalnya momen berpelukan, ketika atlet Hanifan memeluk Presiden Joko Widodo dan penantangnya di Pemilihan Presiden Prabowo Subianto usai meraih medali emas Asian Games. Atau saat Prabowo dan Jokowi berkuda bersama, dan juga saat cawapres pendamping Prabowo, Sandiaga Uno, bersalaman dengan rivalnya dari kubu 01, KH Ma'ruf Amin.

"Pemandangan itu pastinya membuat kita nyaman dan teduh melihatnya," ujar caleg yang pernah aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Aachen, Jerman, itu.

Para elite politik juga dinilainya berkontribusi besar dalam meredam suasana di masyarakat yang mulai memanas, terutama mendekati hari H pemilu. Karena itu, para caleg harus mampu memberikan contoh positif saat berkampanye atau ketika blusukan menemui masyarakat.

Sikap elite politik dalam bertutur kata bisa menjadi contoh bagi pendukungnya. Apabila masyarakat merasa damai dan tenteram karena melihat para elite politik yang didukung juga terlihat harmonis, maka Pemilu 2019 yang damai akan terwujud. 

"Yang namanya pesta harusnya bahagia, namun hanya karena statement dari satu kalangan elite justru menimbulkan kegaduhan. Padahal, sebelumnya kita semua sudah sepakat untuk Pemilu damai. Namun kemudian dari sebuah statement yang nyinyir justru memunculkan kegaduhan baru yang diikuti dengan meme dan sindiran-sindiran," ujar Abdul Hakam.

Menurut dia, caleg juga harus memperluas wawasan akan isu terkini termasuk informasi terakhir yang berkembang. Jika perlu antarcaleg secara intens melakukan komunikasi dengan pihak DPP parpol masing-masing agar tidak salah arah. 

Elite mestinya bisa menggiring ke suasana yang lebih sejuk dengan kebersamaan, kerukunan, dan perdamaian yang ditunjukkan saat berada  di satu tempat yang sama. Sebab, masyarakat sekarang ini cenderung mudah terbawa hoaks. Salah satu penyebab mudahnya masyarakat menerima begitu saja hoaks adalah rendahnya tingkat pendidikan. 

"Di waktu yang tersisa kini hingga 17 April 2019 dan sesudahnya, ayolah kita ciptakan sesuatu yang damai, aman dan sejuk. Kita ingin politik yang sejuk, bermartabat dan damai. Jadi siapa pun yang terpilih itulah yang terbaik dan merupakan pilihan rakyat," ajak Abdul Hakam.

Ia juga menambahkan perkembangan medsos memang tidak bisa dibendung. Namun, media arus utama seperti televisi masih banyak menjadi acuan. Sehingga dengan adanya tayangan dari media mainstream justru menjadi patokan utama fakta atau tidaknya sebuah kabar.

Dalam mencari acuan berita juga perlu ada hal yang fair. Sehingga dengan adanya fair play, maka pemilu yang damai akan tercipta. 

Jika saja semangat yang dimiliki oleh seluruh pihak, baik masyarakat maupun para caleg.

"Kita akhiri sajalah semua yang berbau hoaks dan kalimat nyinyir, apalagi statement tak bermutu, yang dijadikan perdebatan. Lebih baik kita adu program dan fakta saja," ajak caleg Gerindra Dapil VII Jawa Tengah ini.

Ia yakin Pemilu 2019 berlangsung damai. Hal itu bisa dilihat dari Pemilu 2014 yang semuanya berjalan damai. Karena pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beradab. Dan para aparat keamanan serta intelijen kita juga pasti sudah bekerja dan sudah melakukan peringatan. 

Optimisme akan Pemilu 2019 damai juga diungkapkan oleh Ketua Presidium Relawan Kotak Hijau, Fami Fachrudin. Menurutnya, secara umum Pemilu 2019 diyakini bakal berjalan damai. Kalaupun bergejolak, kata dia, hanya pada level minor. Gejolak itu bisa saja muncul karena setiap kubu merasa akan menang. Apalagi, jika didukung dengan hasil perolehan survei yang dilakukan sendiri. 

Salah satu konsekuensi pelaksanaan Pilpres, kata dia, adalah salah satu kubu akan kecewa karena mengalami kekalahan. Kelompok yang takut kalah bisa saja mengeluarkan informasi seolah-olah KPU melakukan kecurangan. Padahal, itu tidak pernah ada. Sebab, KPU bukanlah milik pemerintah melainkan dipilih oleh DPR RI dan merupakan lembaga independen pemilu.

Dalam pantauan Fami, hoaks yang menyerang paslon capres dan cawapres nomor urut 01 tidak hanya tudingan KPU curang, tetapi narasi-narasi hoaks lainnya juga dilontarkan ke masyarakat, seperti perihal tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos.

Selain itu, isu jika Jokowi-Amin menang lantas di tengah jalan Amin akan digantikan oleh Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), belum lagi peretas dari Tiongkok yang dipersiapkan untuk mengganggu hasil penghitungan suara dan terakhir adanya sekelompok ibu-ibu yang menyebarkan berita jika Jokowi terpilih lagi, maka Islam akan dihancurkan dan pasangan sejenis akan dilegalkan.

Meski dirasakan sulit memberantas hoaks yang sudah menyebar, Fami tetap yakin hoaks bisa dihilangkan.

"Kita tidak boleh pesimistis untuk menyadarkan masyarakat. Dengan penegakan hukum yang efektif dan tegas, para pembuat hoaks yang tertangkap ini harus diproses dan diberi hukuman yang berat," ungkap Fami.

Untuk mencegah hoaks dan mendukung Pemilu 2019 damai, Relawan Kotak Hijau berniat mencetak 1.000 mubalig antihoaks, yang nantinya akan mendapatkan edukasi tentang pemilu untuk kemudian disebar ke sejumlah daerah rawan gesekan saat pemilu, seperti Sumatra Barat, Jawa Barat, dan Banten. (RO/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya