Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Berebut Kursi Demak-1 tanpa Petahana

Akhmad Safuan
24/10/2020 03:10
Berebut Kursi Demak-1 tanpa Petahana
Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Demak nomor urut 1 Eistianah-Ali Makhsun (kiri) berfoto bersama pasangan Mugiyono-M Badruddin.(MI/Akhmad Safuan)

PILKADA Demak 2020 ini berbeda dengan pilkada sebelumnya. Selain karena digelar di masa pandemi covid-19, dinamika politik juga berubah dengan cepat dan tercatat baru kali ini petahana tidak lagi maju untuk kembali berkompetisi demi mempertahankan jabatan.

Dinamika politik di Demak, Jawa Tengah, berubah ketika memasuki detik-detik terakhir pendaftaran calon. Pasangan calon diusung Partai NasDem dan Gerindra, Mugiyono-Ali Makhsun, yang dari awal digadang memenangi pilkada tiba-tiba kandas. Itu karena calon wakil bupati tiba-tiba mundur dan hanya dalam tempo singkat harus mengganti dengan pasangan baru hingga menjadi Mugiyono-M Badruddin.

Demikian juga pasangan Eistianah-Joko Sutanto yang diusung koalisi gemuk PDIP, PKB, Partai Golkar, PPP, Partai Demokrat, dan PAN. Calon wakil bupati harus berganti karena Joko Sutanto gugur pada tes kesehatan dengan diagnosis terganggu penglihatan. Eistianah pun berganti pasangan, yakni Ali Makhsun yang sebelumnya akan berduet dengan Mugiyono.

Dinamika juga terjadi ketika petahana HM Natsir yang pada pilkada lima tahun lalu berjaya bersama Joko Sutanto tak maju lagi. “Saya sejak awal memang tidak ikut mendaftar karena ingin istirahat,” katanya.

Lima tahun lalu, lanjut dia, keikutsertaan sebagai calon karena diajak teman, yakni Joko Sutanto hingga dapat memenangi Pilkada 2015 tersebut. Namun, pada pilkada kali ini wakil bupati memilih untuk berganti pasangan mendampingi calon lain yang akan maju, yakni Eistianah.

Sebenarnya sejak pensiun sebagai PNS di dinas pendidikan Demak, demikian kata Natsir, sudah berniat untuk istirahat menikmati masa pensiun. Maka, tekad untuk istirahat semakin kuat hingga tidak lagi ikut ramai-ramai mendaftarkan diri menjadi calon peserta di pilkada ini.

“Sekarang saya hanya konsentrasi menyelesaikan tugas sisa masa jabatan sebagai Bupati Demak ini.”

Dengan sisa masa jabatan hingga terpilih bupati baru, ungkap Natsir, dia hanya mengharapkan program kerja Pemkab Demak selama lima tahun lalu dapat dilanjutkan penerusnya. Pemimpin Demak berikutnya pun harus lebih baik lagi karena seluruh program telah berjalan baik meskipun akhir-akhir ini tersendat akibat terganggu pandemi covid-19.

Tidak majunya bupati petahana memberikan peluang cukup besar kepada dua pasangan calon yang akan bersaing, yakni Eistianah-Joko Sutanto dan Mugiyono-Badruddin. Namun, bukan berarti mereka akan bisa menang mudah.

 


 

MI/Akhmad Safuan

Para simpatisan mendengarkan visi-misi pasangan nomor urut 2 Mugiyo-badruddin saat mengikuti tahapan kampanye pilkada Kota Demak, Jawa Tengah, pekan lalu.

 

Masalah gender

Pengamat politik Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Semarang Samsul Huda melihat penolakan masyarakat Demak terhadap gender, yakni pemimpin atau bupati perempuan masih kuat. Karena itu, untuk dapat memenangi kontestasi, calon perempuan harus bekerja lebih keras.

Meskipun Demak pernah dipimpin perempuan, yakni Bupati Endang Setyaningdyah yang berpasangan dengan Noer Hamid Wijaya pada periode 2001-2006, bukan berarti gender tak menjadi masalah. Pada Pilkada 2011, petahana Endang Setyaningdyah berpasangan dengan seorang ulama, Nurul Huda, kalah dari Tafta Zaini-Dachirin Said. Demikian juga pasangan Saudah-Haryanto. Namun, hanya setahun memimpin, Tafta meninggal pada 2012. Dachirin kemudian naik pangkat menjadi bupati dan posisi wakil bupati yang ditinggalkan beralih ke Herwanto. (X-8)

 

Sumber: KPU/Tim MI/Tim Riset MI-NRC

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya