Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

In Memoriam Mayjen Supiadin

Ahmad Baidhowi AR Direktur Eksekutif Yayasan Sukma, Jakarta
21/3/2025 05:05

SECARA usia saya mungkin termasuk anak. Secara kekerabatan, saya pun tak mengenal beliau secara baik. Akan tetapi, karena suatu momentum, saya dikenalkan secara tak langsung oleh Pak Surya Paloh ketika beliau membentuk tim kemanusiaan yang ditugaskan untuk melakukan pemetaan tentang warga negara Indonesia yang diculik oleh kelompok Abu Sayyaf di kepulauan Mindanao, Filipina bagian selatan.

Sebagai ketua tim, Mayjen Supiadin bertemu dengan saya dan almarhum Samsu Rizal Panggabean setelah memegang tiket berangkat menuju Cotabato di Bandara Soekarno-Hatta untuk memulai perjalanan memetakan dan menelusuri jejak penculikan terhadap ABK Indonesia. Kesan pertama ketika bertemu, beliau sangat ingin tahu rekan seperjalanannya dengan memberikan serangkaian pertanyaan berjenis ‘screening’ khas intel militer TNI. Kemudian terjadilah dialog yang sangat intens utuk memulai saling kenal.

Salah satu pertanyaan Mayjen Supiadin kepada saya ketika itu ialah, apakah saya pernah terlibat dan merasakan situasi konflik seperti yang pernah dialami beliau saat bertugas sebagai Pangdam Iskandar Muda. Saya menjawab sejujurnya, belum pernah mengalami dan merasakan situasi konflik seperti di Aceh. Namun, jika merujuk pada penanganan pasca-konflik, saya pernah membuat riset tentang Motivation and Roots Causes of Terrorisme in South East Asia, serta beberapa riset lokal pasca-kerusuhan Ambon dan Ternate bersama The World Bank. Rupanya dua konteks riset itu malah membuka tabir dialog menjadi lebih terbuka dan menarik dengan Mayjen Supiadin.

 

TILIK SANDI KEMANUSIAAN

Berdasarkan pengalaman militernya, selain kemampuan taktis dan strategis penguasaan wilayah dalam melihat situasi konflik, satu hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang tentara ialah memelihara rasa kemanusiaannya. Bagi Mayjen Supiadin, haram hukumnya bagi seorang tentara, dengan kemampuan intelijen dan taktis peperangan yang dimilikinya, melepas aspek kemanusiaan ketika sebuah konflik atau peperangan sedang terjadi.

Konsep Mayjen Supiadin ini seperti melanggar norma militer yang selalu melihat musuh sebagai musuh, bukan sebagai manusia. Sesuatu yang saya kira sulit ditemukan referensinya dalam buku-buku tentang strategi berperang dan sebagainya. Konsep ‘telik sandi’ dalam konteks kemanusiaan Mayjen Supiadin merujuk pada prinsip atau pandangan yang mendasari pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Istilah ini mungkin digunakan dalam diskusi filosofis, etika, atau sosial untuk menggambarkan cara kita melihat dan menilai tindakan, kebijakan, atau sistem yang memengaruhi manusia.

Secara lebih spesifik, telik sandi kemanusiaan bisa diartikan sebagai sudut pandang atau lensa yang digunakan untuk menganalisis isu-isu kemanusiaan, seperti bagaimana suatu kebijakan memengaruhi kelompok rentan atau apakah suatu tindakan adil bagi semua pihak. Konsep ini sering kali terkait dengan upaya untuk memastikan bahwa hak dan martabat manusia dihormati dalam berbagai konteks, baik sosial, politik, maupun ekonomi.

Meskipun konsep ‘telik sandi’ dalam konteks kemanusiaan tidak merujuk pada teori atau konsep yang spesifik dari buku atau penulis tertentu yang dikenal secara luas dalam literatur akademis, istilah ini menjadi menarik buat saya karena yang mengucapkannya ialah seorang tentara berpangkat mayor jenderal dan memiliki pengalaman tempur yang baik.

Istilah ini mungkin merupakan istilah lokal atau kontekstual yang dipikirkan, dan kemudian dicoba untuk digunakan Mayjen Supiadin ketika diberi tugas bersama saya dan almarhum Samsu Rizal Panggaben ke wilayah konflik di Filipina selatan. Namun, jika kita mengaitkannya dengan konsep-konsep filosofis atau etis yang lebih umum, seperti keadilan, hak asasi manusia, atau etika kemanusiaan, beberapa teori dan penulis yang relevan meliputi dari pandangan Mayjen Supiadin ini memiliki basis rujukan yang baik dari bukunya Martha Nussbaum dalam Creating Capabilities: The Human Development Approach (2011), dimana Nussbaum mengembangkan pendekatan kemampuan yang fokus pada pemenuhan hak dan potensi manusia.

Kejernihan cara pandang Mayjen Supiadin dalam melihat sebuah konflik dan perang sangat layak dicontoh tentara kita, yang biasanya melihat kumpulan manusia hanya sebagai musuh yang harus dirusak dan dibinasakan tanpa melihat sisi kemanusiaannya.

 

SIAP SETIAP SAAT

Pandangan kemanusiaan Mayjen Supiadin di atas terkonfirmasi oleh saya ketika kita mendarat di Bandara Cotabato pada hari Senin, 4 April 2016. Begitu melihat situasi dan kondisi bandara yang runyam di mana temboknya banyak lubang-lubang bekas tembakan senjata beragam tipe dan jenis, Mayjen Supiadin langsung meminta saya untuk menyusun rencana pertemuan dengan beragam tokoh secara sangat hati-hati, terutama untuk mendapatkan informasi secara valid dan tidak menimbulkan kegaduhan.

Beliau sangat antusias ketika jadwal penelusuran kepada narasumber yang akan kita tuju semuanya tidak ada yang berlatar belakang tentara, melainkan akademisi, LSM, guru madrasah, dan pemangku kebijakan di bidang pendidikan. Menurut Mayjen Supiadin, strategi ini sudah benar dan saya bersama Rizal diminta untuk menyusun daftar pertanyaan yang kemudian secara rutin kami diskusikan kemungkinan jawaban-jawaban narasumber. Pendek kata, Mayjen Supiadin sangat kokoh pandangan kemanusiaannya karena dari setiap jawaban yang ingin kita dapatkan diusahakan tak ada narasumber yang akan tersinggung dengan pertanyaan kita.

Dalam proses penelusuran jejak ABK yang diculik ini, saya dan Rizal memang tidak langsung turun ke tempat kejadian perkara (TKP) terdekat dengan Sulu tempat para ABK diculik, yakni Kota Zamboanga. Ketika Mayjen Supiadin bertanya kepada kami berdua mengapa kita jauh sekali dari TKP, dengan santai tapi penuh dengan data kami katakan bahwa sebagai periset, kami lebih senang menelusuri dari jarak yang jauh, karena ketika itu secara resmi pemerintah sudah menurunkan tim yang terdiri dari militer dan diplomat ke Zamboanga.

Adapun Cotabato menjadi tempat yang layak untuk memulai penelusuran awal, karena di sana ada akademisi dari Mindanao State University, LSM internasional di bidang perdamaian, hingga para pejabat dari Autonomous Region of Moslem Mindanao (ARMM) yang kebetulan sudah banyak kita kenal. Alasan itu menurut Mayjen Supiadin sangat tepat, karena pendekatan civil society juga diperlukan untuk penanganan situasi semacam ini, dalam rangka menelusuri secara pasti aktor-aktor yang diduga terlibat dalam penculikan tersebut.

Ketika proses penelusuran memasuki hari keempat, di mana ada sekitar 5 narasumber sudah kita wawancarai dan hasilnya belum memberikan gambaran yang konkret, seorang teman dari ARMM meminta kita mengadakan kontak dengan organisasi para-militer di bawah MILF, yaitu Bangsamoro Development Agency (BDA), yang lokasinya sedikit di luar Cotabato alias masuk ke tengah hutan. Dengan perjalanan sekitar 3 jam, Jumat, 8 April, kami dipandu oleh salah seorang teman LSM untuk ke lokasi BDA. Sampai di sana hari menjelang gelap di waktu magrib, kami memasuki sebuah benteng yang di atasnya banyak personel bersenjata, dan kemudian dipersilakan masuk ke salah satu ruangan untuk memulai diskusi.

Tak disangka, ketika diskusi berjalan sekitar 20 menit, tetiba listrik mati dan suasana sangat gelap sekali sehingga memutus suasana diskusi. Tuan rumah mengatakan bahwa kami sudah biasa dengan suasana gelap dan berusaha mencari lampu seadanya. Namun, yang membuat saya cukup kaget ialah ketika Mayjen Supiadin dengan cekatan menyalakan baterai dari ponselnya yang bukan hanya satu, melainkan empat, sehingga ruangan menjadi terang kembali hingga 2 jam ke depan.

Ketika kami kembali ke Cotabato, saya bertanya kepada Mayjen Supiadin, mengapa dia membawa ponsel begitu banyak. Dia jawab bahwa ponsel itu memang sudah dipersiapkannya untuk mengantisipasi kegelapan yang bakal terjadi di daerah konflik. Dua ponselnya memiliki nomor, dua lainnya kosong tapi baterainya selalu penuh. Luar biasa antisipasi yang sudah dipersiapkan oleh Mayjen Supiadin.

 

PEMIKIR KETAHANAN NEGARA

Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra adalah seorang tokoh militer dan intelektual Indonesia yang telah menulis beberapa buku terkait dengan pertahanan dan keamanan negara. Salah satu konsepnya yang terkenal dan sudah dibukukan ialah Ketahanan Negara: Konsep dan Strategi. Konsep ketahanan negara, menurut Mayjen Supiadin, adalah kemampuan suatu negara untuk mempertahankan eksistensinya, menjaga kedaulatan, dan melindungi kepentingan nasional dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri. Yang menarik, konsep ini tampaknya sejalan dengan cara berpikir kemanusiaannya, karena beberapa aspek yang dipikirkannya justru tidak bermula dan berangkat dari isu pertahan dan keamanan secara militer an sich, melainkan aspek ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan.

Bagi Mayjen Supiadin, ketahanan negara tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada kemampuan untuk mencegah dan menangani ancaman non-militer seperti terorisme, separatisme, dan konflik sosial. Karena itu, integrasi antara kekuatan militer (TNI) dan kepolisian (Polri) serta partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan nasional sangat diperlukan, seperti aspek ekonomi.

Menurut Mayjen Supiadin, ketahanan ekonomi menjadi fondasi penting bagi ketahanan negara. Negara harus mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyat, mengurangi ketergantungan pada pihak asing, dan membangun kemandirian ekonomi. Itulah mengapa pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan peningkatan daya saing industri nasional yang strategis perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.

Untuk aspek sosial budaya, ketahanan negara juga akan sangat bergantung pada persatuan dan kesatuan bangsa, serta nilai-nilai budaya yang mengakar kuat dalam masyarakat. Untuk itu, diperlukan pendidikan dan pembinaan karakter bangsa menjadi kunci untuk memperkuat identitas nasional. Jika aspek tersebut dijadikan sebagai sumbu kesadaran berbangsa, secara otomatis akan membentuk sebuah stabilitas politik dan pemerintahan yang efektif, karena sistem politik yang inklusif dan transparan dapat mencegah konflik internal dan memperkuat legitimasi pemerintah.

Untuk aspek lingkungan dan teknologi, konsep ketahanan negara juga harus mencakup kemampuan untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, bencana alam, dan perkembangan teknologi. Penguasaan teknologi, terutama teknologi pertahanan, menjadi faktor kunci dalam menghadapi ancaman modern di bidang IT yang semakin kompleks dengan penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI).

Mayjen Supiadin menekankan bahwa strategi mencapai ketahanan negara hanya dapat dicapai melalui pembangunan yang berkelanjutan di semua sektor, sinergi antara pemerintah, militer, dan masyarakat, juga diplomasi yang kuat untuk menjaga hubungan internasional yang baik serta kesiapan menghadapi ancaman multidimensi, baik konvensional maupun non-konvensional.

Pendek kata, konsep ketahanan negara menurut Mayjen Supiadin sangat relevan dalam konteks Indonesia, mengingat negara ini memiliki keragaman budaya, geografis, dan tantangan keamanan yang kompleks. Pendekatan yang holistik dan multidimensi menjadikan konsep ini sebagai panduan penting bagi pembangunan nasional.

Selamat jalan, Jenderal Supiadin. Jasamu bagi kemanusiaan, juga nusa dan bangsa, akan tetap dikenang oleh generasi penerusmu. Menghadaplah keharibaan Tuhanmu dengan tegak dan terhormat karena Sang Maha Pencipta memanggilmu pulang di bulan yang penuh kemuliaan, Ramadan. Allahummaghfirlahu warhamhu waáfihi wa’fu anhu. Amin.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya